Sesumbar Netanyahu: Tak Akan Biarkan Palestina Berdiri Berdaulat Penuh
Tel Aviv (SI Online) – Benjamin Netanyahu sesumbar jika terpilih kembali sebagai Perdana Menteri ia tidak akan mengizinkan pembentukan negara Palestina yang berdaulat penuh.
Pernyataan itu dilaporkan portal berita Panet. Netanyahu menekankan keyakinannya bahwa perdamaian akan dicapai di kawasan melalui kesepakatan normalisasi dengan negara-negara Arab.
Menurut Quds Net News, Netanyahu memberikan komentarnya kepada jaringan berita Arab di Israel dalam upaya menggalang dukungan pemilih untuk Partai Likud di antara orang Arab Israel. Pemilu keempat Israel dalam dua tahun diadakan hari ini.
Baca juga: Empat Negara Diklaim Segera Berdamai dengan Israel, Siapa Saja?
“Saya tidak berpikir bahwa kita memiliki hubungan dengan Palestina, tetapi kita memiliki hubungan dengan Otoritas Palestina terkait vaksinasi (covid-19),” kata Netanyahu.
“Kita harus bekerja sama dengan ini secara bertanggung jawab karena kita tinggal di wilayah yang sama,” ujar Netanyahu.
Negara-negara Arab ingin berdamai dengan Israel berdasarkan “Arab Peace Initiative” yang menetapkan pembentukan negara Palestina sesuai perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina, solusi bagi pengungsi Palestina, dan normalisasi hubungan dengan Israel.
Netanyahu mengatakan bahwa dia menerima pembentukan negara Palestina jika kendali keamanan tetap di tangan Israel.
“Jika tidak, kita akan mendapatkan Hamas (yang mengatur negara),” papar dia.
Dia juga mengatakan Al-Qaeda dan Iran akan berada di negara Palestina jika Israel tidak mengontrol keamanan. “Ini terjadi di tempat lain di mana Israel tidak memiliki keamanan yang kuat,” ujar dia.
Netanyahu mengklaim, niatnya bukanlah untuk “meminggirkan” masalah Palestina.
“Palestina meminggirkan diri mereka sendiri karena banyak masalah politik internal yang tidak ingin saya bicarakan, tetapi mereka terkait dengan perebutan kekuasaan,” tuduhnya.
Sebagai penutup, Netanyahu mengklaim dirinya adalah pemimpin normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dan Israel, serta koeksistensi yang diklaim antara orang Arab dan Yahudi di Israel.
“Ini akan membuat perubahan bersejarah dalam hubungan antara orang Yahudi dan Arab pada umumnya. Ini sangat jelas,” klaimnya.
rep: Fathullah FR.