Si Perlente Ka’ab bin Al-Asyraf dan Intelijen Muslim
“Silahkan katakan apa pun, karena kalian bebas melakukannya,” begitulah pesan baginda Rasulullah, waktu sahabat bernama Muhammad bin Maslamah akan bertugas sebagai spionase (intelijen/mata-mata), untuk mengeksekusi musuh Islam paling berbahaya di masanya: si perlente Ka’ab bin Al-Asyraf.
Ka’ab bin Al-Asyraf adalah Yahudi tulen dari pihak ibu dan ayahnya, ayahnya adalah dari Bani Nabhan di Al-Thaiy. Ayahnya merantau ke Madinah dan menjadi loyalis Yahudi Bani Nadhir. Ka’ab bin Al-Asyraf dikenal seorang yang perlente, necis dan kerap digemari para wanita. Parfum yang dikenakan olehnya pun dikenal sebagai parfum terbaik di masanya. Dalam hal duniawi, ia banyak punya kelebihan, ia dikenal penyair, tampan, perlente, disukai gadis-gadis Yahudi dan Arab, ucapannya didengar, pandai memprovokasi orang, serta cukup handal bela diri.
Ka’ab termasuk orang yang tidak suka dengan kabar kemenangan gemilang di Yaumul Furqon Perang Badar. Beberapa waktu setelah perang Badar, ia mendatangi Makkah serta memprovokasi orang-orang Quraisy agar bersegera melakukan serangan balasan membunuh umat Islam di Madinah. Ia bahkan memuji agama pagan Quraisy adalah agama yang lebih baik dari agama Muhammad. Agar provokasinya ini tidak menjadi buah bibir di Madinah, beberapa hari kemudian Ka’ab bin Al-Asyraf melantunkan syair yang ‘memuji’ para wanita Madinah di kota Nabi tersebut. Pujian-pujian dalam syairnya ini sebenarnya untuk melecehkan para Muslimah, karena syairnya membuat risih para wanita Muslim.
Ka’ab tidak tahu, -atau tidak peduli-, bahwa ada batasan dalam ajarany Islam dalam bertutur kata, terlebih kepada Muslimah. Yang jelas maksud dari lantunan syairnya itu agar ia “aman” dalam opini umum kaum Muslimin di Madinah. Setidaknya agar ia mendapat citra: dekat dengan Islam, atau ‘temenan’ dengan kaum Muslimin, sekalipun ia sendiri belum terbukti loyal dengan Piagam Madinah, Undang-Undang (UU) yang mengikat hubungan kaum Muslimin dengan kaum Yahudi.
Rasulullah sang negarawan, pandai membaca tiap situasi. Beliau juga tercepat dalam memiliki informasi intelijen. Beliau tahu benar bahwa Ka’ab telah memprovokasi Quraisy di Makkah agar segera melakukan serangan balasan atas kekalahan di Badar. Selain itu sudah membuat ulah perkataan tidak etis dalam syair-syairnya kepada para wanita di Madinah. Juga, yang terpenting, Rasulullah tahu bahwa ia sangat membenci Islam dan kemenangannya, padahal Ka’ab adalah seorang jago syair yang pandai memprovokasi masyarakat, ucapannya didengar orang-orang, dan tampilan fisiknya membuat ia disukai oleh wanita-wanita munafik; kaum musyrik Arab di luar Madinah pun menyenangi ulah-ulahnya. Maka Rasulullah tegas memerintahkan: Ka’ab harus dibunuh.
Singkat cerita, sahabat mulia Muhammad bin Maslamah keburu janji kepada baginda, bahwa ia-lah orang yang tepat untuk mengerjakan tugas mulia ini. Maka Muhammad bin Maslamah sebenarnya telah mendapat izin membunuh. Persis seperti intelijen-intelijen di zaman modern ini. Tugasnya mirip dengan James Bond dalam serial film 007. Muhammad bin Maslamah meminta izin baginda agar bebas mengatakan apa pun kendati kata-kata kufur, maka Rasulullah pun bersabda sebagaimana yang tertera di pembukaan tulisan ini. Artinya: Muhammad bin Maslamah diperbolehkan dalam proses tugasnya dalam intelijen untuk berkata apa pun, agar bisa mendekati si perlente Ka’ab bin Al-Asyraf. Maklum, Ka’ab adalah seorang yang cerdas, bahkan dalam riwayat, proses terbunuhnya Ka’ab pun harus terlebih dahulu dikeroyok beberapa sahabat bersenjata dalam tim intelijennya Muhammad bin Maslamah. Mereka terdiri dari Abu Na’ilah (Silkan bin Salamah), Abbad bin Bisyr, Al-Harits bin Bisyr, dan Abu Abbas bin Jabir.
Dalam tim Muhammad bin Maslamah tersebut, Silkan bin Salamah bertugas sebagai orang yang berdiplomasi agar memancing Ka’ab bin Al-Asyraf agar keluar dari rumahnya, berhutang kurma dan meyakinkannya untuk datang ngobrol-ngobrol di tempat yang sepi. Di tempat yang bernama Syi’ab Al-Ajuz, di luar kota Madinah, itulah terjadi proses eksekusi mati musuh Allah: Ka’ab bin Al-Asyraf. Diriwayatkan bahwa ia tidak mudah dibunuh, penentu kematiannya ialah belati kecil milik ketua tim spionase Muhammad bin Maslamah, serta hantaman tombaknya antara pusar dan kemaluan Ka’ab bin Al-Asyraf itu. Musuh Allah tersebut pun mati setelah sempat tersiksa dengan beberapa hantaman senjata tim spionase.
Kisah ini mendapat porsi yang singkat dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, juga diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Namun memuat point-point krusial untuk kaum Muslimin saat ini. Yakni, pertama, Orang-orang yang berstatus sebagai pengkhianat, apalagi ia berpengaruh, digilai wanita dan menjadi corong media massa (melalui syair) merupakan orang-orang berbahaya yang bisa menyetir opini masyarakat awam. Ibarat figur dari kalangan dunia hiburan yang diekspos media, apa yang dilakukan dan dikatakan Ka’ab senantiasa jadi sorotan.
Kedua, meskipun musuh telah kalah namun jika ada yang mencoba membangkitkan semangat musuh melawan Islam maka orang semacam ini amat berbahaya, sehingga hukumannya ialah eksekusi mati. Maka, bagaimana jika musuh yang diprovokasi adalah musuh yang belum pernah kalah? Tentu lebih berbahaya. Quraisy Makkah adalah musuh yang telah kalah, namun tidak menjadikan hukuman terhadap Ka’ab menjadi ringan.
Ketiga, diperbolehkannya berkata-kata kufur dan memperlihatkan seolah-olah benci kepada Islam dan pimpinannya, untuk menghajar musuh serta melemahkan kekuatan musuh. Ini hal yang telah masyhur dalam dunia spionase, jauh-jauh hari baginda Nabi telah mengajarkan hal “Perang adalah tipu daya”, kaum Muslimin secara politik dan sosial sedang berkonflik dengan kaum Yahudi.
Keempat, diperbolehkan untuk membuat tim spionase yang akan memudahkan tugas, serta membuat perencanaan yang matang nan efektif untuk melenyapkan musuh Islam.
Kelima, Figur personal yang sangat berpotensi membahayakan syiar Islam dan umatnya pantas mendapat eksekusi mati. Syair dan lisan saat itu merupakan corong media massa. Itulah yang sangat menentukan opini publik, maka orang-orang yang sengaja memfitnah umat Islam, memperkuat musuh Islam, juga menyudutkan Islam dengan tulisan, kata-kata atau videonya adalah orang-orang yang pantas kita anggap sebagai Ka’ab bin Al-Asyraf. Seperti kata Syaikh Mahdi Rizqullah Ahmad, “Membunuh orang yang dengki dan berkhianat sangat bermanfaat, yaitu untuk memberikan peringatan sekaligus menggentarkan orang-orang supaya tidak mengikuti jejaknya.”
Ilham Martasyabana
Penggiat Sejarah Islam