Siapakah Saudaramu?
“I pray for You. You pray for me. We are brother (Saya berdoa untuk Anda. Anda berdoa untuk saya. Kita semua bersaudara,” kata Paus. Ia menyampaikan hal tersebut setelah mengucap, “Assalamu alaikum,” sambil menyalami para pria berbatik dan berpeci rombongan Ansor, satu persatu.
Rombongan GP Ansor yang dipimpin Ketua Umumnya memang terlihat menonjol dibanding tamu VIP lainnya. Mereka mengenakan peci. Sebagian pakai jas. Sebagian lainnya batik. Gus Yaqut lantas menyampaikan misi kedatangannya ke Vatikan. Ia juga minta Paus mendoakan bangsa Indonesia. (Ngopibareng, 27/9/2019)
Lawatan Katib Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya C. Staquf ke Vatikan untuk bertemu Paus Fransiskus pada pekan lalu memperoleh perhatian khusus pers asing. Catholic News Agency (CNA) secara khusus menurunkan laporan tentang pertemuan Kiai Staquf dengan Paus Fransiskus, serta mengangkat keputusan Munas Alim Ulama NU yang menyerukan kepada umat Islam untuk tidak menyebut pemeluk agama lain dengan sebutan kafir.(Jpnn.com, 30/9/2019)
Kantor berita yang bermarkas di Denver, Colorado, Amerika Serikat itu menurunkan laporan bertitel Muslim leader meets Pope Francis, calls for Islam that sees no ‘infidels’ pada Jumat lalu (27/9). CNA menyebut Staquf bertemu Paus Fransiskus untuk menyuguhkan visinya bagi masa depan yang damai dan persaudaraan manusia yang lebih luas.
Opini ‘Humanitarian Islam’ juga disampaikan dalam agenda mereka. Tujuannya adalah untuk memupus maraknya kebencian komunal melalui perjuangan mewujudkan tata dunia yang ditegakkan di atas dasar perhormatan terhadap kesetaraan hak dan martabat bagi setiap manusia.
Dari wikipedia, humanitarianisme adalah sebuah moral kekerabatan, tanpa pamrih, dan simpati yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Berbagai isu kemanusiaan dan dialog antar agama, menjadi landasan prinsip ini. Jika kata ‘Humanitarian’ disandingkan dengan Islam. Maka dipastikan ada nilai kompromi terhadap ajaran Islam.
Apalagi lawatan tersebut digadang-gadang sebagai jalan untuk konsensus global demi mencegah agama, khususnya Islam, sebagai senjata politik. Bagi mereka, agama seharusnya menjadi solusi perdamaian dan bukan sumber konflik.
Inilah yang terjadi ketika umat dalam kondisi pemikiran dangkal. Akhirnya melihat agamanya sendiri sebagai pesakitan. Menjadi tertuduh bagi seluruh permasalahan yang terjadi di dunia. Menutup mata dan hati dari penderitaan sesama muslim yang dicabik-cabik harga diri, harta, hingga nyawa akibat dominasi kekuatan kufur.
Bukannya membela dan mengerahkan seluruh daya untuk melepaskan saudara seakidah dari penjajahan. Akan tetapi, dengan dalih perdamaian dunia, malah bergandengan tangan serta bersikap takzim terhadap musuh-musuh Islam. Padahal sejatinya tidak ada sedikitpun kebaikan dari pertemanan dengan mereka.
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi …” [Ali-Imran/3 : 118].
Al Islaamu ya’lu wa laa yu’laa alaihi, agama Islam tertinggi dan tidak ada yang melampaui ketinggiannya. Oleh sebab itu tidak perlu menyejajarkan Islam dengan agama lain. Apalagi membuat aturan baru atau pemikiran kekinian berlandaskan pemikiran kufur. Sebab kesempurnaan dan kelengkapan ajaran Islam mampu berjaya hingga akhir masa.
Kita pun tidak perlu meminta tolong pada mereka, apalagi sampai mengikis dan mendiskreditkan ajaran Islam. Kata ‘kafir’ banyak terdapat 525 kali disebut dalam Alquran dan penunjukannya pun jelas. Membawa isu ‘kafir’ demi memperoleh simpati sungguh merendahkan martabat kaum muslim sendiri.
Umat juga memiliki kepemimpinan yaitu Khilafah, yang menjadi junnah (perisai) dan raa’in (penjaga). Yang di belakangnya kelak umat berdiri dan berlindung. Dengannya akan kembali kemuliaan agama Allah. Tidak seperti sekarang, kaum muslim dijadikan bulan-bulanan.
Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi auliya bagimu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 57).
Saudara kita adalah sesama muslim. Saudara yang diikat dengan akidah. Ikatan yang kuat yang tidak akan putus hingga kehidupan akhirat kelak. Merekatkan tubuh kaum muslim laksana bangunan yang kokoh. Menyatukan seluruh rasa benci dan cinta hanya karena Allah. Inilah sebaik-baik persaudaraan yang pernah ada di muka bumi. Wallahu a’lam.
Lulu Nugroho
Muslimah Penulis dari Cirebon