SIRAH NABAWIYAH

Sikap Rasulullah Saw terhadap Nabi Palsu

Kemunculan nabi palsu bukan hanya terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Bukan pula hanya terjadi di India semasa negeri itu dijajah Inggris, saat penjajah menciptakan seorang nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad Al Kadzdzab.

Jauh sebelum itu, bahkan ketika Rasulullah masih hidup pun nabi palsu itu telah bermunculan. Ada Musailamah Al Kadzdzab dari Al-Yamamah, ada juga Al Aswad Al Ansi di Yaman.

Rasulullah Saw mengambil tindakan tegas terhadap mereka. Tanpa keraguan sedikitpun. Kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam dan kitab Sirah Nabawiyah “Ar Rahiiqul Makhtum” karya Shafiyyurahman Al Mubarakfuri mendokumentasikan kejadian itu secara lengkap.

Musailamah al Kadzdzab nama lengkapnya Musailamah bin Tsumamah bin Kabir bin Hubaib bin Al Harits, anggota Bani Hanifah. Ia adalah orang yang sombong, congkak dan ambisi terhadap kedudukan. Musailamah dan 16 orang anggota Bani Hanifah datang menemui Rasulullah Saw pada tahun ke-9 hijriyah di Madinah.

Ibnu Ishaq berkata, “….Ia berkata bahwa delegasi Bani Hanifah menghadap Rasulullah Saw dan meninggalkan Musailamah Al-Kadzdzab di perbekalan mereka. Ketika mereka semua masuk Islam, mereka menyebutkan tempat Musailamah Al-Kadzdzab. Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami meninggalkan salah seorang sahabat kami di perbekalan kami untuk menjaganya.’ Rasulullah Saw memerintahkan sesuatu kepada Musailamah bin Hubaib Al-Kadzdzab seperti yang beliau perintahkan kepada delegasi Bani Hanifah. Rasulullah Saw bersabda, “Kedudukan dia (Musailamah) tidak lebih buruk dari kedudukan kalian.” Rasulullah SAW bersabda seperti itu, karena Musailamah menjaga perbekalan teman-temannya. Itulah yang dimaksudkan Rasulullah Saw.

Sementara Syaikh Al Mubarakfuri menulis bahwa dengan sikapnya yang congkak, Musailamah Al-Kadzdzab pernah berkata, “Jika Muhammad mau memberiku kekuasaan sepeninggalnya, maka aku mau mengikutinya.”. Lantas Rasulullah Saw menemui Musailamah yang berada bersama rekan-rekannya, lalu terjadi percakapan panjang lebar. Musailamah berkata, “Kalau memang engkau menghendaki, biarkan antara dirimu dan urusan ini, lalu serahkan kekuasaan ini sepeninggalmu.

Beliau menjawab, “Jika engkau meminta kekuasaan seperti ini, maka aku tidak akan memberikannya kepadamu. Sekali-kali engkau tidak bisa mencampuri urusan Allah. Jika engkau berpaling, niscaya Allah akan membunuhnmu. Demi Allah, aku melihat dirimu adalah orang yang kulihat dalam mimpiku. Dan ini adalah Tsabit yang akan mengikutimu dan meninggalkan aku.”

Setelah itu, delegasi Abu Hanifah keluar dari tempat Rasulullah Saw dan pulang membawa hadiah yang diberikan Rasulullah Saw. Ketika mereka tiba di Al-Yamamah, Musailamah al Kadzdzab murtad, mengaku menjadi nabi dan membuat kebohongan untuk orang-orang Bani Hanifah. Ia berkata, “Aku berbagi sama dalam hal ini bersama Muhammad.” Kepada delegasi yang dulu bersama-sama menghadap Rasulullah Saw, Musailamah berkata, “Bukankah ia (Rasulullah Saw) berkata kepada kalian ketika kalian menyebutkan namaku kepadanya, ‘kedudukan dia (Musailamah) tidak lebih buruk daripada kedudukan kalian.’ Ia berkata seperti itu, karena ia mengetahui aku berbagi sama dalam hal ini bersamanya.”

Setelah itu, Musailamah membuat sajak-sajak untuk Bani Hanifah dan mengatakan sesuatu untuk menandingi Al-Qur’an. Tidak cukup itu, Musailamah menghalalkan minuman keras dan zina untuk Bani Hanifah dan menghapus kewajiban shalat dari mereka. Bani Hanifah terperdaya dan merekapun mengikuti serta bergabung bersamanya. Kedudukan Musailamah semakin populer. Pengikutnya semakin banyak. Dia pun dijuluki Rahman Yamamah.

Pada tahun ke-10 hijriyah, nabi palsu Musailamah mengirimkan surat kepada Rasulullah Saw. Dalam suratnya, Musailamah berkata: “Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah, salamun alaika. Amma ba’du. Sesunguhnya aku berbagi sama denganmu dalam masalah ini. Kami berhak atas separoh bumi dan Quraisy berhak atas separoh lainnya, namun Quraisy adalah orang-orang yang melewati batas.’

Surat itu disampaikan oleh dua orang utusan Musailamah, Ibnu Nawahah dan Ibnu Atsal. Setelah surat itu dibaca oleh Rasulullah Saw, beliau bertanya kepada dua utusan itu. “Apakah kalian bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?” Keduanya menjawab, “Kami bersaksi bahwa Musailamah adalah Rasul Allah”. Beliau pun menjawab, “Demi Allah, seandainya utusan itu boleh dibunuh, aku pasti memenggal leher kalian berdua.”

Ibnu Ishaq berkata, “Kemudian Rasulullah Saw menulis surat kepada Musailamah bin Habib. Beliau bersabda dalam suratnya, “Bismillahirrahmaanirrahiim. Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah Al-Kadzdab (pendusta). Salam sejahtera atas siapa saja yang mengikuti petunjuk. Amma ba’du. Sesungguhnya bumi adalah milik Allah yang diwariskannya kepada siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya dan hasil akhir itu milik orang-orang bertaqwa.”

Musailamah akhirnya dibunuh pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq pada bulan Rabiul Awwal 12 H oleh Wahsyi (pembunuh Hamzah bin Abdul Muthalib). Sedangkan orang kedua yang membual sebagai nabi, Al Aswad Al Ansi, dibunuh sehari semalam sebelum Nabi Saw wafat. Wallahu a’lam bishshawab.

(M. Shodiq Ramadhan)

Artikel Terkait

Back to top button