OASE

Sikap Seorang Muslim Menghadapi Musibah

Bencana atau musibah biasanya diasumsikan sebagai sesuatu yang mengerikan dan selalu menyisakan duka bagi mereka yang ditimpa kemalangan.

Banyak orang yang kemudian berputus asa setelah dirinya ditimpa musibah, namun tidak jarang juga yang menjadikan musibah sebagai bahan instropeksi diri. Bahkan, mereka menghadapi musibah dengan keyakinan dan tekad yang kuat untuk mengubah diri menjadi individu yang tegar dan kokoh.

Baca juga: Inilah Fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Corona

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :

ما مضى لا يُدفعُ بالحُزن ؛ بل بالرضا والحمد، والصبر، والإيمان بالقدر، وقول العبد قَدر الله وما شاء فعل

Musibah yang telah terjadi tidak bisa dihapus dengan kesedihan, namun musibah tersebut bisa dihapus dengan : Ridho (kerelaan hati), Memuji Allah, Sabar, Beriman kepada takdir Allah, dan mengucapkan “Allah telah mentakdirkan, dan Dia melakukan apa yang Dia kehendaki.” (Kitab Zadul Ma’ad, 2/327)

Allah Ta’ala, berfirman:

مَآ أَصَابَ مِنْ مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ  ۗ وَمَنْ يُؤْمِنۢ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ  ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun 64: Ayat 11)

Sebagai orang beriman, mestinya kita yakin dan percaya akan setiap kejadian mengandung hikmah yang berharga. Musibah yang terjadi di muka bumi ini boleh jadi merupakan azab Allah Subhanahu Wata’ala terhadap hamba-hambaNya yang ingkar. Namun tidak menutup kemungkinan musibah tersebut adalah bagian dari kecintaan Allah yang ingin menguji manusia pilihan-Nya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho terhadap ujian tersebut maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah terhadap ujian tersebut maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Wallahu a’lam

Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia

Artikel Terkait

Back to top button