Situs Aduanasn.id, Pembungkaman Gaya Baru?
Situs aduanasn.id telah diluncurkan pemerintah. Selain launching portal aduan ASN, turut pula digelar penandatanganan SKB penanganan radikalisme ASN yang diikuti 11 Kementerian dan Lembaga, antara lain Kementerian Kominfo, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemudian, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Kepegawaian Negara, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, serta Komisi Aparatur Sipil Negara. (Detik.com, 12/11/2019).
Situs ini memberi akses kepada masyarakat agar mereka mudah melalukan pengaduan PNS. Menurut Menkominfo, situs ini dibuat demi menjaga nilai kebangsaan PNS. Sebab merekalah garda terdepan pendukung utama jalannya pemerintahan dan negara. “Bisa saja ada yang barangkali melihat Indonesia dari kacamata yang lain. (Jadi) perlu diingatkan, perlu disampaikan agar kembali bahwa ideologi dan konstitusi negara ini adalah satu kesepakatan final kita sebagai bangsa,” papar Menkominfo.
Ada 11 poin jenis aduan yang bisa menjerat PNS. Pertama, teks, gambar, audio, dan video yang memuat ujaran kebencian terhadap Pancasila dan UUD 1945. Kedua, teks, gambar, audio, dan video yang memuat ujaran kebencian terhadap salah satu suku, ras, agama, dan antar golongan. Ketiga, menyebarluaskan pendapat melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost, dan sejenisnya). Keempat, pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggung jawabkan. Kelima, penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun lewat media sosial.
Keenam, penyelenggaraan kegiatan yang menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Ketujuh, keikutsertaan pada kegiatan yang menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Kedelapan, tanggapan atau dukungan sebagai tanda sesuai pendapat dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial. Kesembilan, menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah. Kesepuluh, pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media sosial. Kesebelas, perbuatan sebagaimana pada poin 1-10 dilakukan secara sadar oleh ASN.
Peluncuran aduanasn.id memang dimaksudkan untuk mencegah radikalisme dan ujaran kebencian di lingkungan pemerintahan. Mencermati seluruh poin yang ada, ASN diatur sedemikian rupa agar tunduk dan patuh pada pemerintah. Mereka tak bisa leluasa berpendapat dan menyalurkan aspirasi. Bahkan untuk sekedar like atau share dipantau agar mereka tidak ‘ceriwis’ terhadap rezim. Andaikata boleh mengkritik, mungkin mereka sudah panas dingin dulu karena jeratan UU ITE siap menanti. Sebab, selama ini teori dan praktik selalu multitafsir. Pasal ujaran kebencian sendiri pada praktiknya justru diterapkan pada mereka-mereka yang vokal mengkritik kebijakan. Lalu disematkan pula tuduhan anti Pancasil dan anti NKRI. Parameter anti Pancasila dan NKRI sendiri juga tidak pernah jelas. Indikator dugaan radikalismejuga kabur dan samar-samar. Maka, situs ini sangat rentan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan narasi radikalisme dan ujaran kebencian.
Hal ini juga akan memunculkan sikap saling curiga, saling mematai, saling menuding, dan polarisasi di tengah masyarakat. Mengapa pemerintah tidak sekalian membuat portal aduan rakyat terhadap rezim? Aduan rakyat atas kebijakan zalim? Seolah negeri ini hanya memiliki satu masalah saja yaitu radikalisme. Kemana rakyat akan mengadu bila aduannya justru disalahtafsirkan? Lagipula, ASN adalah aparatur negara, bukan pemerintah. Mereka digaji negara dari pajak rakyat, bukan pemerintah. Artinya, mereka memiliki hak berpendapat sebagaimana masyarakat lain.
Selain itu, situs aduanasn.id juga dikhawatirkan membungkam suara kritis rakyat terhadap penguasanya. Kritik dibungkam dengan tuduhan ujaran kebencian. Melihat rekam jejak rezim yang main bungkam di periode lalu, maka wajar masyarakat merasa was-was. Merasa diawasi negara. Bila ini terus terjadi, maka bisa menjadi preseden buruk bagi negara. Negara tak lagi sebagai pengayom dan pelayan umat. Kekuasaan menjadi alat pukul terhadap pihak-pihak yang berseberangan. Bila terus begini, negara bukan lagi pelindung, tapi menjelma menjadi tukang ‘pukul’. Sikap represif yang terus ditampakkan hanya akan merugikan penguasa. Sifat otoriter yang terus dipelihara, hanya akan menimbulkan reaksi keras dari rakyat. Berhati-hatilah dalam menetapkan kebijakan. Sebab kekuasaan tak selalu menang. Bahkan ia bisa tumbang di puncak kejayaan.
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban