SUARA PEMBACA

Solusi Islam Atasi Kasus HIV/AIDS

Kejutan terjadi di tengah pandemi Covid-19. Kali ini masyarakat harus menghadapi persoalan lain yakni adanya lonjakan kasus HIV-AIDS. Kasus lama yang belum tuntas. Kini ia kembali muncul ke permukaan, berebut panggung dengan Covid-19. Tidak tanggung-tanggung, angkanya telah melampaui total perolehan setahun, di 2019.

Tentu ini bukan prestasi, sebab HIV/AIDS telah lama dikenal sebagai penyakit mematikan yang menular melalui cara-cara tertentu. Bisa melalui jarum suntik, air susu ibu atau proses melahirkan, dan melalui seks bebas. Yang terakhir ini, merupakan kasus terbesar penyebab terjadinya lonjakan ini.

Ditambah lagi, orang-orang yang berisiko, terkendala untuk memeriksakan diri. Sebab saat ini layanan kesehatan sebagian besar fokus pada penanggulangan Covid-19. Padahal di Kota Cirebon telah tersedia 22 Puskesmas khusus untuk menangani kasus HIV/AIDS.

Sebagaimana disampaikan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon Sri Maryati, bahwa tahun 2019 lalu hingga bulan Desember kasus HIV-AIDS sebanyak 127 kasus. Sementara tahun 2020 hingga bulan Juni sudah mencapai 155 kasus. (Kumparan, 20/6/2020). Kengerian terpapar HIV, sama halnya laksana terhadap Covid-19.

Keduanya sama-sama sejenis virus. HIV (Human Immunodeficiency Virus) sendiri merupakan virus yang merusak sistem imun dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4 (jenis sel darah putih). Semakin banyak sel CD4 yang hancur, maka imun tubuh pun semakin lemah. Alhasil, seseorang akan rentan terhadap berbagai penyakit.

Namun HIV berbeda dengan AIDS. HIV adalah virusnya, sedangkan infeksi HIV yang tak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius, yang disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Jadi AIDS merupakan stadium akhir dari infeksi HIV. Di tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan berbagai infeksi sudah hilang sepenuhnya, sebab kekebalan tubuh telah rusak.

Karena besar bahayanya, maka perlu usaha yang tidak sedikit. Cara-cara pencegahan disertai hukum yang mengikat dan sanksi yang tegas, harus ditempuh. Kesadaran menjaga kesehatan diri, keluarga dan lingkungan juga harus tumbuh melalui edukasi. Hal ini beriringan dengan aktivitas dakwah agar manusia selalu terikat dengan hukum Allah.

Seluruh upaya preventif hingga kuratif tersebut tadi, tidak bisa hanya dilakukan oleh tenaga medis saja, namun dibutuhkan sinergi dari seluruh unsur masyarakat agar mendapat hasil maksimal. Seluruh peluang terjadinya kerusakan harus ditutup, dan ini merupakan wewenang negara.

Sistem yang berlaku di negeri ini pun diganti, agar berasaskan iman kepada Allah. Jika masih menggunakan sekularisme, yang menegasikan aturan Allah, maka akan sulit menegakkan kebenaran di tengah umat. Sebab sekularisme sarat dengan kepentingan hawa nafsu manusia. Tanpa Allah, manusia akan lepas kendali.

Aroma kebebasan akan terus merajai negeri-negeri muslim, selama tidak berpegang teguh pada akidahnya. Konten porno masuk melalui media sosial, bacaan juga tayangan televisi dan film. Tanpa ketegasan dan kepastian hukum, maka akan terus terjadi pergaulan bebas. Darinya muncul berbagai persoalan, di antaranya adalah HIV/AIDS.

Melalui upaya sistemik seperti ini, kasus HIV/AIDS akan tuntas dengan mudah. Jika tidak, drama baru menyebarnya HIV/AIDS tentu akan semakin menambah beban negeri ini. Sementara pandemi Covid-19 tampaknya belum mendekati akhir, masih akan tayang hingga beberapa episode ke depan. Wallahu ‘alam bish shawab.

Lulu Nugroho
Muslimah Pengemban Dakwah dari Cirebon

Artikel Terkait

Back to top button