SUARA PEMBACA

Sukses Berinovasi Justru Berujung Bui

Naas nian nasib Munirwan selaku Kepala Desa Meunasah Rayaku, Aceh Utara. Pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2019 telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyaluran benih IF-8 yang tidak memiliki sertifikat.

Padahal dari hasil inovasi Munirwan ini telah menjadikan Desa Meunasah Rayeuk terpilih menjadi juara II Nasional Inovasi Desa. Dimana penghargaannya diserahkan langsung oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, Eko Putro Sandjojo.

Atas dasar keberhasilan tersebut membuat permintaan masyarakat terhadap bibit IF-8 mengalami peningkatan. Sehingga Desa Meunasah Rayeuk membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai wadah untuk melakukan transaksi jual beli bibit tersebut.

Sehingga kasus penangkapan tersebut terkesan janggal, mengingat benih IF-8 ini sudah menjadi icon kabupaten Aceh Utara dalam bursa inovasi desa tingkat nasional tahun 2018 lalu. Bahkan benih ini dipromosikan sebagai simbol keberhasilan produk desa layak dicontoh dan diberi apresiasi oleh Bupati Aceh Utara (desapeda.id, 26/07/2019).

Sebelumnya, hal serupa pernah menimpa dokter Terawan Agus Putranto selaku penemu metode cuci otak bagi penderita stroke. Dokter Terawan mengalami pemecatan hingga pencabutan izin praktik.

Upaya mengkriminalisasi mereka yang berkreasi, sungguh tidak sejalan dengan cita-cita negeri ini untuk menjadi negara mandiri. Penerapan sistem sekuler yang menjadi biang keladi. Liberalisasi sektor pertanian menyebabkan pihak yang bermodal besar saja yang bisa mengambil peran. Jika upaya mewujudkan swasembada pangan berujung pada bui lalu kapan negara ini akan bergerak menjadi negara yang mandiri, tanpa mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sektor pertanian merupakan salah satu organ vital suatu negara. Dan pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang menyangkut hidup dan mati suatu bangsa. Begitu mendesaknya ketahanan pangan, hingga dalam pemilihan pemimpin negeri ini selalu menjadi pembahasan yang menarik. Kedaulatan pangan juga pernah menjadi salah satu dari sembilan program prioritas pemerintahan Jokowi, yang disebut sebagai Nawa Cita pada saat pemilu tahun 2014 silam.

Namun ironinya, kran impor justru dibuka selebar-lebarnya. Sehingga jumlah produk impor mendominasi produk dan pasar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat, tahun 2014 impor beras menembus angka 844 ribu ton, tahun 2015 naik tipis menjadi 862 ribu ton, dan tahun 2016 tercatat 1,28 juta ton, serta tahun 2017 sempat terjadi penurunan 305 ton dari tahun sebelumnya, sedangkan tahun 2018 meroket tajam hingga tujuh kali lipat yakni 2,25 juta ton (cnn.indonesia, 05/02/2019).

Mewujudkan ketahanan pangan nasional tidak bisa mengandalkan pasokan dari luar negeri. Apalagi sampai membuat petani enggan untuk bercocok tanam karena pupuk dan benih yang harganya tinggi dengan hasil yang tidak menutupi.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button