Sukses Berinovasi Justru Berujung Bui
Adanya bui bagi pemilik kreasi menunjukkan lemahnya ri’ayah terhadap ummat. Mematikan kreasi sehingga yang terjadi adalah ketergantungan terhadap negara lain. Menekan kebangkitan umat agar potensi-potensi yang dimiliki layu dan mati.
Selama kebijakan yang diambil untuk menyenangkan pihak korporasi, maka selama itu pula jerat-jerat ketergantungan akan terjadi. SDA dikeruk sedangkan SDM terus dilemahkan dengan ditanamkan mental buruh yang tunduk pada kemauan pasar. Apabila permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat suatu negara menjadi lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain.
Benih IF-8 yang telah membawa keberhasilan merupakan hasil dari penerapan ilmu sains. Dimana untuk memperolehnya dengan melakukan penelitian dan percobaan berulang-ulang. Hasilnya pun dalam pandangan Islam diperbolehkan untuk digunakan. Apalagi yang diteliti adalah sumber pangan yang bermanfaat bagi rakyat. Justru seharusnya difasilitasi dan dibiayai karena sektor pertanian termasuk sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa).
Islam memandang pengembangan mutu benih merupakan salah satu bentuk pengoptimalan pengelolaan pertanian guna meningkatkan produktivitas. Dimana negara mengupayakan intensifikasi melalui pencarian dan penyebarluasan teknologi budidaya terbaru di kalangan petani. Membantu pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk serta sarana produksi lainnya.
Guna menunjang produktivitas pertanian diperlukan alat-alat produksi, untuk pemenuhannya harus ada industri teknologi. Negara harus mengupayakan berbagai peralatan penunjang pertanian yang diproduksi secara mandiri sehingga negara tidak perlu bergantung dengan negara lain. Pemberian modal dalam bentuk hibah guna menggarap tanah yang dimiliki. Serta negara harus melindungi air yang menjadi sumber pengairan dalam bidang pertanian serta milik umum. Oleh karenanya air tidak boleh diswastanisasi.
Adapun ekstensifikasi pertanian meliputi; pembukaan lahan baru serta menghidupkan lahan yang mati serta setiap orang yang memiliki tanah akan diperintahkan untuk mengolahnya secara optimal. Langkah untuk mengoptimalkan pengelolaan pertanian ini harus sesuai dengan ketetapan hukum syara’. Agar kesejahteraan dan keadilan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat. Karena pengelolaan dan pengoptimalan dalam bidang pertanian hanya berdasarkan ketentuan syara’, maka tidak ada unsur keuntungan pribadi maupun golongan di dalamnya. Yang ada hanyalah untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga berbagai kreasi dan inovasi justru diberikan apresiasi dengan memberikan perhatian dalam pembiayaan dan pengembangannya. Maka tak heran jika Khilafah yang menerapkan syariat secara kaffah pernah menjadi negara dengan ketahanan pangan yang kuat, karena telah ditopang dengan sistem pertanian yang maju, irigasi yang luas serta pengetahuan pertanian yang tinggi.
Sejarah mencatat bahwa peradaban Muslim telah berhasil melakukan transformasi fundamental di sektor pertanian yang dikenal sebagai Revolusi Hijau Abad Pertengahan atau Revolusi Pertanian Muslim. Selain itu tanaman serta teknik pembudidayaannya juga telah disebarkan ke berbagai negeri muslim. Tidakkah cukup goresan emas sejarah ini menjadi bukti bahwa penerapan syariat merupakan sebuah solusi hakiki permasalahan negeri ini? Lantas masihkah berharap pada demokrasi yang telah terbukti gagal memberikan kesejahteraan.
Allah SWT berfirman: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri ini beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka karena perbuatannya .” (QS: al-A’raf: 96).
Wallahu a’lam bishowab.
Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)