Sulitnya Menjadi Pemimpin yang Adil

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ ۖ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي ۖ فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ ۖ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ ۖ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ ۗ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. Ibrahim 22)
Bila pemimpin yang zalim di dalam Al-Qur’an diancam neraka, pemimpin yang adil dijanjikan surga. Rasulullah saw menyatakan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ . رواه البخاري.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah di dalam naungannya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naunganNya. Yaitu imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Tuhannya, seseorang yang hatinya bergantung di dalam masjid, dua orang saling mencintai yang bertemu dan berpisah karena Allah swt., seorang laki-laki yang diminta (digoda) seorang perempuan yang memiliki pangkat dan berparas cantik namun ia berkata “Sungguh aku takut Allah”, seorang laki-laki yang menshadaqahkan hartanya dengan sembunyi-sembunyi sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dishadaqahkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang menyebut/ingat Allah ketika sendiri hingga kedua matanya menangis. (HR Imam Bukhari)
Apakah yang disebut dengan pemimpin yang adil? Pemimpin yang menaati Allah dan RasulNya serta membuat keputusan yang tidak lepas dari nilai-nilai yang digariskan Allah dan RasulNya. Rasulullah menyuruh umat manusia mengikuti keteladanan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali), karena mereka adalah pemimpin yang adil. Mereka adalah para pemimpin yang dijamin surga oleh Rasulullah.
Keadilan juga bermakna memutuskan sesuatu dengan tepat, setelah mempertimbangkan semua fakta yang ada. Seperti hakim yang adil yang memutuskan suatu perkara dengan tepat, setelah mempertimbangkan alasan-alasan yang diberikan terdakwa dan penuntut.
Para Nabi membawa keadilan dalam misinya ke muka bumi. Puluhan ayat Al-Qur’an bicara tentang keadilan.
Baca juga: Adil dalam Al-Qur’an
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adil bermakna sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang.
Sementara itu Imam Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa memberi definisi keadilan dalam riwayat dan penyaksian sebagai suatu ungkapan mengenai konsisten perjalanan hidup dalam agama. Hasilnya merujuk kepada suatu keadaan yang mantap dalam jiwa yang menjamin takwa dan mu’ruah (sikap jiwa) sehingga mencapai kepercayaan jiwa yang dibenarkan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Yang dimaksud dengan adil ialah orang yg mempunyai sifat ketakwaan dan muru’ah”.
Kriteria ‘adil menurut ahli hadits adalah orang yang muslim, merdeka, tidak melakukan dosa besar dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil. Imam Syafii ditanya, “Siapakah ‘adil itu?”, beliau menjawab,“Tidak ada orang yang selamat sama sekali dari maksiat. Namun jika seseorang tidak melakukan dosa besar dan kebanyakan amalnya baik, maka dia adil. (lihat: https://cahayawahyu.wordpress.com/2014/03/18/konsepsi-adil-dalam-al-quran/)
Adil lawannya batil, mungkar atau zalim. Bila keadilan mendapat ‘cahaya’ dari Allah, maka batil atau zalim adalah hilangnya cahaya dari Allah. Sehingga ia berselimut dalam kegelapan. Orang yang mengerjakan kezaliman atau kebatilan ia terselubungi kegelapan gangguan syetan.