MUHASABAH

Sya’ban di Tengah Corona, Ayo Mendekat pada Sang Kuasa!

Korban COVID-19 masih terus bertambah. Hingga Sabtu (4/4/20), 2092 masyarakat yang positif corona. Peningkatan yang cukup tajam, setelah dilaporkan awal bulan Maret lalu. Siapa yang menduga, virus asli Wuhan ini dapat berimigrasi ke berbagai negara di seluruh dunia.

Ribuan korban telah berjatuhan. Di tempat asal virus itu sendiri ada sekitar 3000-an korban. Belum di Prancis dan Amerika yang jumlahnya mencapai 10.000 lebih. Persebaran COVID-19 ini mampu menaklukkan negara-negara di penjuru dunia. Hingga membuat beberapa negara harus lockdown. Ibarat senjata, covid-19 memiliki daya sebar yang dahsyat. Tidak ada senjata tercanggih di dunia ini yang mampu menyamainya.

Sebagai seorang muslim, tidak sepantasnya kita menganggap remeh masalah ini. Bisa dilihat dalam waktu kurang satu bulan, persebaran covid-19 telah merambah ke beberapa daerah. Bahkan ada juga yang sudah meninggal. Artinya, kita wajib menjaga tubuh kita. Kebersihannya hingga menahan diri untuk meminimalisir kontak dengan manusia. Utamanya di kerumunan umum.

Berbicara masalah covid-19, harusnya mengingatkan kita pada satu titik. Yaitu ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi kondisi ini. Secanggih apapun peradaban manusia, seperti Jepang, Amerika Serikat, China, Italia, Iran dsb tetap tak mampu melawan covid-19. Hingga akhirnya mereka bertekuk lutut pada virus ini. Dan negara pun lockdown, demi meminimalisir persebarannya.

Sebagai hamba yang beriman, tak pantaslah jika kita sombong menghadapi ini semua. Siapakah kita? Kita hanya manusia yang diciptakan oleh Allah. Tak memiliki hak sedikitpun akan hidup ini. Bahkan kita tak bisa memilih kapan kita akan meninggalkan dunia ini.

Kehebatan serangan covid-19 harusnya sudah menyadarkan kita betapa lemah diri kita. Bagi seorang muslim, bisa jadi ini adalah peringatan dini dari Sang Pencipta. Peringatan akan kesombongan bahkan ketika kita seolah menentang Allah. Allah sengaja memperlihatkan kedudukan kita dihadapanNya hanyalah seorang hamba. Hamba yang tak memiliki hak atas hidupnya. Dan harus dengan tulus melayani Tuannya.

Ingatkah kita jika kesombongan terbesar itu adalah tidak mau menerima hukum Allah? “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina.” (QS. Lukman : 60)

Dan hadist riwayat Muslim: “Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”

Dengan merebaknya virus ini, selayaknya kita berintrospeksi apakah yang kita lakukan selama ini sudah benar. Benar di sini maksudnya tidak menyalahi aturan Allah. Apakah ketika kita diberikan amanah kita telah melaksanakannya? Atau ketika kita dipercaya justru malah berkhianat? Dan bahkan kita dengan sengaja meninggalkan seruan Allah dan mengambil seruan manusia.

Apalagi ini adalah bulan Syaban. Setelah ini datang Ramadhan. Bulan yang mulia. Bulan penuh keberkahan. Selayaknya dengan kondisi saat ini justru menambah keimanan kita. Keyakinan kita bahwa ini dari Allah dan akan kembali kepadaNya. Maka, marilah introspeksi diri. Tentunya bukan hanya rakyat yang introspeksi. Para pemimpin pun perlu melakukannya. Pasalnya, pemimpin ibarat pengembala, yang semua kebijakannya juga akan diminta pertanggungjawaban. Jadi namanya pemimpin harusnya lebih dulu melakukannya.

Jika kita menemukan dan menyadari apa yang kita lakukan salah, maka alangkah lebih baik segera bertaubat. Dengan taubat nasuha. Menyesali dan meminta maaf pada Allah. Berjanji tidak akan mengulangi. Serta mengganti aktivitasnya dengan aktivitas yang baik. Yaitu aktivitas yang mendatangkan pahala dan diridhoi olehNya.

Bagi kita wong cilik, maka yang terbaik adalah memperdalam Islam. Memperbanyak ibadah. Dan berusaha menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Bagi para pemimpin, maka hendaknya mengubah cara memerintah. Jika selama ini hanya mengandalkan otak manusia, maka sekarang waktunya mengembalikan semuanya kepada Allah.

Bukankah sebuah handphone saja untuk mengoperasikan perlu melihat pedoman dari pabrik? Lantas mengapa ketika manusia beroperasi memakai aturan bikinan sendiri? Bukankah Allah telah memberikan petunjukNya? Jelas Allah menulis pada QS. Al Baqarah ayat 2 “Dalam kitab ini tidak ada keraguan.”

Artinya, Allah telah menjamin bahwa Al-Qur’an itu tidak meragukan. Justru ketika kita mengikutinya, kita akan menjadi orang beruntung. Siapakah yang tak ingin menjadi orang beruntung dunia dan akhirat? Jadi pemimpin pun jika mau beruntung dunia dan akhirat perlu taubat nasuha. Kembali pada seruan Allah, yaitu pada Islam kaffah. Bukan mengambil yang lainnya. Wallahu a’lam.

Henyk Nur Widaryanti S. Si., M. Si.

Artikel Terkait

Back to top button