SILATURAHIM

Syaikhona Kholil Bangkalan, Guru Para Syekh di Indonesia

Sewaktu menjadi santri, Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan kitab, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). Disamping itu beliau juga seorang hafidz Al-Qur’an. Ia mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh model membaca al-Quran).

Belajar Ke Mekkah

Kemandirian Mbah Kholil muda juga nampak ketika ia berkeinginan untuk menimba ilmu ke Mekkah. Karena pada masa itu, belajar ke Mekkah merupakan cita-cita semua santri.

Dan untuk mewujudkan impiannya itu, lagi-lagi Mbah Kholil muda tidak menyatakan niatnya kepada orangtuanya, apalagi meminta ongkos kepada kedua orangtuanya.

Setelah Mbah Kholil memutar otak untuk mencari jalan keluar, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke sebuah pesantren di Banyuwangi. Karena, pengasuh pesantren itu terkenal mempunyai kebun kelapa yang cukup luas.

Selama nyantri di Banyuwangi ini, Mbah Kholil nyambi menjadi “buruh” pemetik kelapa pada gurunya. Untuk setiap pohonnya, dia mendapat upah 2,5 sen. Uang yang diperolehnya tersebut dia tabung. Sedangkan untuk makan, Mbah Kholil menyiasatinya dengan mengisi bak mandi, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, serta menjadi juru masak teman-temannya.

Akhirnya, pada 1859 M, saat usianya mencapai 39 tahun, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah. Tetapi sebelum berangkat, Mbah Kholil menikah dahulu dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih.

Pada 1276 H/1859 M, Mbah Kholil belajar di Mekkah, Arab Saudi. Di Mekkah, Mbah Kholil belajar pada sejumlah ulama di Mekkah ialah Syekh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, dan Syekh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syekh Nawawi al-Bantani (ulama dari Banten) dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa).

Sebagai pemuda Jawi (sebutan yang digunakan orang Arab waktu itu untuk menyebut orang Indonesia) pada umumnya, Mbah Kholil belajar pada para Syekh dari berbagai madzhab yang mengajar di Masjid al-Haram.

Namun kecenderungannya untuk mengikuti Madzhab Syafi’i tak dapat disembunyikan. Karena itu, tak heran kalau kemudian ia lebih banyak mengaji kepada para Syeikh yang bermadzhab Syafi’i.

Sewaktu berada di Mekkah, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Mbah Kholil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar.

Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul niat bersama rekan-rekannya, yaitu: Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Shaleh as-Samarani (Kiai Saleh Darat, Semarang) menyusun kaidah penulisan Huruf Arab Pegon. Huruf Arab Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button