ALIRAN SESAT

Syiah Menurut Buya Hamka

Laju perkembangan Syiah di Indonesia sepanjang 35 tahun belakangan harus kita waspadai. Dulu sebelum 1997, mereka hanya bergerak di jalur pendidikan, penerbitan, dan mempromosikan diri lewat ajaran Tasawuf. Maka setelah runtuhnya Orde baru, mereka mulai berani menampakkan diri melalui jalur parlemen, jejaring media sosial dan Iranian Corner.

Sepanjang dua tahun belakangan, isu Syiah mencuat ke permukaan bersamaan meroketnya dai muda lulusan Ponpes YAPI-Bangil, Husein Ja’far al-Hadar. Husein sempat bertandang ke Kantor PP Muhammadiyah. Foto-fotonya bersama Dr. Haedar Nashir juga beredar di fanpage facebook dan instagram penganut aliran Syiah.

Mengacu pada judul artikel ini, fokus utamanya menelisik pandangan Buya Hamka tentang Syiah. Dimana pernyataan maupun pandangan beliau dipajang disejumlah situs dan terkadang digambarkan simpatik kepada Syiah. Mungkinkah Buya Hamka seperti itu?

Syiah dan Sempalannya

Di era modern, Iran dikenal negeri mayoritas penganut Syiah. Iran mengadopsi Syiah sejak dinasti Shafawi berkuasa (1502 M). Kepercayaan tentang imam yang Ghaib, mengatur dunia dan agama disuatu tempat yang rahasia menjadi kepercayaan yang merata dan mendalam di sana.

Jika Asy-syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal, membagi Syiah ke dalam lima kelompok besar, yaitu Kisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, Syiah ghulat dan Isma’iliyah. Maka Hamka membagi Syiah menjadi empat kelompok besar, yaitu Kisaniyah, Isma’iliyah, Itsna ‘Asyariyah dan Zaidiyah (Hamka, Pelajaran Agama Islam, 1989, hal 237).

Zaman sekarang Syiah Kisaniyah sudah tidak ada lagi. Sedangkan Ismailiyah di era modern diteruskan oleh Aga khan. Masih menurut Hamka, hanya Syiah zaidiyah yang agak dekat dengan Sunni. Mereka tidak begitu meyakini Imam ghaib yang amat dinanti-nanti kedatangannya oleh Syiah Itsna ‘Asyariyah. Istna ‘Asyariyah punya doktrin yaitu tidak sah menjadi Syiah kalau tidak percaya Imam ghaib datang kembali (Hamka, hal 238).

Di dalam buku Pelajaran Agama Islam, Hamka punya argumen yang menarik. Saking getolnya menunggu Imam yang ghaib, muncul sempalan-sempalan di tengah Syiah Itsna ‘Asyariyah. Mulai dari Syaikhiyah, Babiyah hingga Bahaiyah. Baik Babiyah maupun Bahaiyah sama-sama mengadopsi doktrin “Allah menjelma dalam dirinya” (Hamka, hal 241-242).

Dinasti penyokong Syiah

Di dalam lembaran sejarah peradaban Islam tercatat salah satu sebab masih bertahannya aliran Syiah karena disokong kekuatan politik. Kekuatan politik yang dimaksud disini yaitu Dinasti syafawiyah dan Fatimiyah. Syafawi ini menurut Hamka berasal dari Tarekat sufi yang didirikan Syeikh haidar. Dia membuat lambang baru untuk pengikut Tarekatnya, yaitu sorban merah mempunyai 12 jambul, sebagai lambing 12 Imam yang diagungkan di dalam Syiah Itsna ‘Asyariyah. Haidar punya putera bernama Ismail. Ismail ini, oleh Hamka ditetapkan sebagai pendiri Dinasti syafawiyah.

Ismail ditetapkan sebagai Raja besar dari negeri Iran dan pembela ajaran Syiah di usia 15 tahun. Syiah diadopsi menjadi mazhab resmi dan diperintahkannya kepada Khatib-khatib Jum’at supaya memaki-maki khalifah yang tiga: Abu bakar, Umar dan Usman. Ismail meski fanatik Syiah, dia sering gagal menaklukkan Sultan Salim. Dia terpaksa mengikat perdamaian dan tidak berani memerangi Turki Usmani, sampai Sultan Salim wafat (Hamka, Sejarah Umat Islam, hal 439-441).

Hasyasyin

Kisah kelompok Hasyasyin atau yang di Barat dikenal dengan Assassin sempat muncul kembali di film Prince of Persia: The Sands of Time (2010). Dalam film tersebut, kelompok Assassin berpakaian serba hitam, ahli bergerilya dan mempraktekkan sihir. Michael Bradley memasukkan Assassin ke dalam daftar 21 Secret society perusak dunia bersama Freemasonry, Illuminati, Templar, Opus dei, Triad dan lain-lain.

Terkait Assassin, Hamka menyatakan kelompok yang dikendalikan Hasan Sabah ini tidak mau mengakui segala macam kekuasaan termasuk menentang Khalifah di Baghdad. Pengikut setianya direkrut dari orang-orang melarat dan didoktrinkan kepada mereka perasaan anti-kekuasaan. Dan dijanjikan kepada mereka bahwa Imam yang ghaib itu sudah dekat datangnya untuk membawa keadilan sejati. Pengikut Hasan Sabah harus taat atas perintah, orang-orang yang diperintahkannya dibunuh mesti mati. Baik di jalan raya maupun di dalam istananya sendiri dengan tidak diketahui siapa pembunuhnya. (Hamka, Sejarah umat Islam, hal 423-424).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button