Syiah Menurut Buya Hamka
Kami Bukan Penganut Syiah
Ketika Hamka berkunjung ke Najaf dan Karbala (Oktober 1950), penunjuk jalan menanyakan datang dari mana dan mazhab apa. Lalu Hamka menjawab dirinya dari Indonesia dan bermazhab Syafi’i. Muzawwir, sang penunjuk jalan tadi mengatakan, “Mazhab Syafi’i adalah mazhab yang paling dekat dengan Syiah dan paling cinta kepada Husain”. “Maaf, saya tidak bermazhab Syiah, tetapi saya mencintai Husain!” Jawab Hamka. (Kata pengantar Buya Hamka dalam buku “Al-Husain bin Ali: Pahlawan Besar dan Kehidupan Islam pada Zamannya”, karya M. al-Hamid al-Husaini, th 1978, hal xi)
Pendirian Hamka terhadap Syiah maupun isu Revolusi islam, ditegaskan lagi dalam artikelnya di harian Kompas (1980), “Saya tetap seorang Sunni yang tak perlu berpegang pada pendapat orang Syiah dan ajaran-ajaran Ayatullah”. Beliau menasihati kepada empat pemuda yang berencana ke Indonesia dan mengajarkan Revolusi Islam Syiah, “Boleh datang sebagai tamu, tetapi ingat, kami adalah bangsa merdeka dan tidak menganut Syiah.” kata Hamka (Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, 2013, hal 139).
Kesimpulan
Pendirian Buya Hamka terhadap aliran sesat Syiah sudah jelas. Tidak ada pandangan atau pernyataan beliau yang membenarkan ajaran-ajaran Syiah. Nyatanya Hamka pernah menyentil Syiah sebagai kelompok “Yang hormat berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain itu tidak pernah berdosa, dan kalau berbuat dosa segera diampuni Allah adalah ajaran (dari suatu aliran-penulis) kaum Syiah yang berlebih-lebihan.” (Baca Panji Masyarakat edisi 15 Februari 1975). Wallahu’allam. []
Fadh Ahmad Arifan, Alumnus Studi Ilmu Agama Islam, UIN Malang.