RESONANSI

Wafatnya ‘Bung Hatta Malaysia’: Pahlawan Sembako, Politik Santun

Kemarin, 23 Juli 2023, Malaysia kehilangan seorang tokoh hebat pejuang sembako negara. Datuk Seri Salahuddin Ayub pernah dua kali menjadi menteri. Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani serta menjadi Menteri Perdagangan Dalam Negeri dan Kos Sara Hidup.

Pendekatan politiknya adalah tentang idea, konsep, ilmu, gagasan, karya nyata dan rekam jejak. Jauh sekali dia berpolitik menyerang peribadi, bentuk tubuh, aib dan fitnah terhadap lawan politiknya.

Sebut saja Menu Rahmah makan kenyang RM 5, harga ayam murah RM 6.50 (sekitar Rp20.000 sekilo) atau sembako yang lebih murah di Malaysia dari di Indonesia dan sembako yang tidak pernah langka hilang di pasaran terutama musim hari raya era pemerintahan reformasi di Malaysia, orang akan ingat namanya.

Datuk Seri Salahuddin Ayub dengan program Menu Rahmah.

Tubuhnya tidak segagah Salahuddin al-Ayubi yang berhasil merebut Baitul Maqdis. Tetapi hasil kerja nyatanya menjadi rahmah untuk semua tanpa mengira bangsa agama dan warna kulit.

Dia mengamalkan politik luhur, santun, beretika, bermoral berakhlak sebagaimana Tok gurunya Prof Dr Dato Siddik Fadzil sebagai sifu ABIM dimana beliau pernah di kader dalam organisasi Angkatan Belia Islam Malaysia itu dulunya.

“Bung Hatta Malaysia” ini berpolitik dengan cara lugu, jujur, sederhana dan bijaksana. Dia mengerti apa yang terlintas dalam kesusahan jiwa rakyat Malaysia.

Baginya pangkat, jawatan kedudukan adalah bersifat sementara dan ia adalah peluang keemasan untuk ladang beramal saleh disamping Iman dan Islam yang telah dia ada sejak lahir lagi.

Dia tak suka pada layanan VVIP dan dia tidak percaya pada ajudan, protokol, pembantu yang mengampu, tetapi dia melihat dan beli sendiri untuk mengetahui berapa harga sembako di kampung-kampung dan kedai-kedai rakyat seluruh negara.

Salahuddin bukan saja mampu mematahkan teori politik Machiavelli dengan “politik siapa dapatkan apa dan bagaimana”, “politik menghalalkan cara” tetapi dia berhasil mengikuti politik Umar bin Abdul Aziz yang memperjuangkan isi perut rakyat walaupun belum mampu menghapus penerima zakat di Malaysia.

Baginya dalam politik, Islam dan Iman saja tidak cukup tetapi harus diikuti dengan amal saleh sebagaimana yang di ulang kalimat iman dan amal soleh sebanyak 52 kali dalam Al-Qur’an.

Menunggang agama, bangsa, memperkaya diri keluarga kelompok dan golongan sendiri jauh sekali dari jejak politiknya.

Bagaikan ikan laut yang tidak masin rasanya walaupun hidup dalam laut yang masin. Ibarat belut yang dagingya tetap enak walaupun pernah berada dalam kubangan lumpur yang penuh dengan caci maki, hina menghina, fitnah, tuduhan propaganda politik identiti yang dengan mudah mengafirkan, memfreemasonkan, memunafikkan, meliberalkan lawan politik yang terkadang juga dilakukan oleh mereka yang berjubah dan orang tua yang bersikap seolah tak akan mati selamanya.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button