Tak Ada Kesialan di Rebo Wekasan
Sebagian umat Islam masih mempercayai bahwa Rebo Wekasan atau Rabu terakhir bulan Safar merupakan hari sial dimana Allah menurunkan ribuan bala’di hari Rabu terakhir bulan Safar itu.
Untuk tahun ini rebo wekasan jatuh tanggal 4 September 2024 atau 30 Safar 1446 H.
Bagaimana Menurut Islam?
Dalam Islam, tidak ada label baik-buruk atau hoki-sial terhadap hari dan bulan. Islam mengajarkan bahwa hari-hari, bulan-bulan berjalan sesuai kehendak Allah SWT.
Hanya saja, saat menilik era jahiliyah atau era sebelum kedatangan Nabi, masyarakat kala itu menganggap bulan Safar bulan sial dimana Allah menurunkan bala’ bencana di Rabu terakhir bulan Safar.
Sehingga kepercayaan itu turun-temurun ke generasi berikutnya. Juga karena ada seorang wali kasyaf katanya mengetahui bahwa Allah swt menurunkan bala’bencana setiap tahunnya di muka bumi ini di Rebo Wekasan Safar sebanyak 320.000 bala’.
Anggapan itu jelas kontra dengan hadits Rasulullah saw dimana beliau pernah berupaya meluruskan ‘tidak ada kesialan’ dalam bulan Safar’ sebagaimana hadis riwayat Imam Al-Bukhari sbb:
لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ ولا هَامةَ ولا صَفَرَ وفِرَّ من المَجْذُومِ كما تَفِرُّ من الأَسَد
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan buruk, tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada sial bulan Safar, dan larilah kamu dari penyakit kusta seperti kamu lari dari singa.” (HR Bukhari)
Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Abdurrauf al-Munawiy dalam kitab Faidh al-Qadir, jilid I, halaman 62 yang mengingatkan bahwa semua hari adalah milik Allah dan tidak ada manfaat atau bahaya dalam mengaitkan hari tertentu dengan kesialan atau keyakinan peramal.
وَالْحَاصِلُ أَنَّ تَوَقِّيَ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ عَلَى جِهَةِ الطِّيَرَةِ وَطَنِّ اعْتِقَادِ الْمُنَجِّمِيْنَ حَرَامٌ شَدِيْدَ التَّحْرِيْمِ إِذِ الْأَيَّامُ كُلُّهَا للهِ تَعَالَى لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ بِذَاتِهَا وَبِدُوْنِ ذَلِكَ لَا ضَيْرَ وَلَا مَحْذُوْرَ وَمَنْ تَطَيَّرَ حَاقَتْ بِهِ نَحْوَسَتُهُ وَمَنْ أَيْقَنَ بِأّنَّهُ لَا يَضُرُّ وَلَا يَنْفَعُ إِلَّا اللهُ لَمْ يُؤَثِّرْ فِيْهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ
“Dan yang dapat disimpulkan adalah bahwa untuk menghindari hari Rabu dengan menganggap sial dan mengikuti keyakinan peramal adalah sangat dilarang, karena semua hari adalah milik Allah yang Maha Tinggi. Kalau bukan karena di atas, maka tidak apa-apa dan tidak dilarang. Barangsiapa meyakini mitos buruk, maka kejadian buruk tersebut benar-benar akan menimpanya. Barangsiapa meyakini bahwa tidak ada yang memberi bahaya dan manfaat kecuali Allah, maka tidak akan terjadi kepadanya keburukan tersebut.”
Jadi jelas menurut hadits shahih diatas juga diperjelas dalam kitab Faidh Al-Qadir tidak ada hari,bulan sial. Apapun yang terjadi dimuka bumi ini semuanya kehendak Allah. Tidak ada kesialan dan keberuntungan kecuali atas kehendak Allah Yang Maha Kuasa.
Jadi kita jangan mengaitkan satu kesialan atau keberuntungan dengan sesuatu hal termasuk dengan hari atau bulan. Kalau demikian halnya namanya ‘tathayyur’ yang dilarang dalam Islam karena merusak tauhid atau syirik. Thiyarah termasuk syirik yang menafikan kesempurnaan tauhid, karena ia berasal dari apa yang disampaikan syaithan berupa godaan dan bisikannya.
Rasulullah Saw bersabda:
اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (HR. Bukhari, Abu Daud, dan lainnya).
Kalaulah thiyarah itu syirik besar maka pelakunya keluar dari Islam alias murtad. Tapi kalau thiyarah itu syirik kecil, tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam tapi dosa besar. Wallahu a’lam bishawab.