Takziah kepada Non-Muslim: Antara Toleransi Sosial dan Prinsip Akidah

Menurut kelompok ini, takziah kepada non-muslim tidak diperbolehkan karena dianggap mengandung unsur pengagungan kepada orang kafir, sebagaimana halnya memulai salam kepada mereka yang dilarang.
Batasan Takziah kepada Non-Muslim
Para ulama yang memperbolehkan takziah kepada non-muslim tetap memberikan batasan-batasan tertentu. Secara umum, batasan tersebut adalah seorang muslim tidak diperbolehkan mendoakan ampunan, rahmat, atau surga bagi jenazah non-muslim, sebab hal itu dilarang oleh syariat. Larangan ini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam Surah At-Taubah ayat 113:
ما كانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كانُوا أُولِي قُرْبى مِنْ بَعْدِ ما تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحابُ الْجَحِيمِ
Tidak ada hak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka ini kerabat(-nya), setelah jelas baginya bahwa sesungguhnya mereka adalah penghuni (neraka) Jahim.
Syekh Wahbah al-Zuḥailī dalam “Al-Tafsīr al-Munīr” menjelaskan, bukanlah tugas Nabi maupun orang-orang beriman untuk memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik. Hal ini karena kenabian dan keimanan tidak sejalan dengan perbuatan memohon ampunan bagi mereka. Alasannya telah dijelaskan oleh Allah, yaitu setelah nyata bahwa orang-orang musyrik meninggal dalam keadaan kafir dan menjadi penghuni neraka Jahanam.
Hal ini juga ditegaskan dalam firman Allah Swt. dalam Surah An-Nisa ayat 116
إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ، وَيَغْفِرُ ما دُونَ ذلِكَ لِمَنْ يَشاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang di bawahnya, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”
Dengan demikian, larangan ini berlaku meskipun doa itu dimaksudkan sebagai bentuk kasih sayang atau bakti kepada kerabat non-muslim. Sebab, begitu status kekafiran seseorang telah jelas, maka hukum larangan memohonkan ampunan kepadanya tetap berlaku, tanpa membedakan apakah ia kerabat dekat ataupun jauh.
Imam al-Ghazali dalam “Al-Wasīṭ fī al-Mażhab” menjelaskan, takziah dapat disampaikan kepada orang kafir yang kerabat muslimnya meninggal, dengan doa ditujukan untuk si mayit. Sebaliknya, takziah juga dapat disampaikan kepada seorang muslim yang kerabatnya kafir meninggal, dengan doa ditujukan untuk yang masih hidup.
Berdasarkan kaidah yang ditegaskan Imam al-Ghazali ini, terdapat dua keadaan: pertama, jenazah adalah non-muslim sementara kerabatnya ada yang muslim dan ada yang non-muslim; kedua, jenazah adalah seorang muslim sementara kerabatnya ada yang muslim dan ada pula yang non-muslim.
Para ulama kemudian memberikan tuntunan doa yang sesuai dengan kondisi tersebut. Jika seorang muslim bertakziah kepada muslim lain atas meninggalnya seorang muslim, maka doanya adalah: “Semoga Allah membesarkan pahalamu, menjadikan takziah/kesabaran-mu baik, dan mengampuni jenazahmu.” Jika takziah diberikan kepada seorang muslim atas meninggalnya kerabat yang kafir, maka ucapannya: “Semoga Allah membesarkan pahalamu dan menjadikan takziah/kesabaran-mu baik.”
Adapun jika seorang muslim bertakziah kepada orang kafir atas meninggalnya kerabat muslim, maka ia mengucapkan: “Semoga Allah menjadikan takziah/kesabaran-mu baik dan mengampuni jenazahmu.” Sedangkan jika takziah diberikan kepada orang kafir atas meninggalnya kerabat kafir, maka doanya adalah: “Semoga Allah menggantikan bagimu.”