Tanpa Kehadiran Saksi Pasangan Capres Rapat Rekapitulasi Penetapan Hasil Pilpres tidak Sah
Oleh karena itu, keabsahan Rapat Rekapitulasi ditentukan oleh kuorum kehadiran pemilik forum Rapat Rekapitulasi yaitu KPU, saksi Pasangan Calon, dan Bawaslu. Kuorum Rapat Rekapitulasi bersifat utuh dan imperatif, bukan berdasarkan asas atau mekanisme mayoritas kuantitatif. Oleh karena kehadiran unsur pemilik forum bersifat utuh dan imperatif, maka Rapat Rekapitulasi baru dapat diselenggarakan secara sah apabila dihadiri oleh KPU, Saksi Paslon, dan Bawaslu.
Pengaturan mutatis mutandis berlaku untuk Rapat Rekapitulasi untuk KPU Kabupaten/Kota sebagaimana diatur Pasal 398 ayat (2) yang berbunyi: “KPU Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu Kabupaten/Kota.” Untuk tahap Rekapitulasi Kabupaten/Kota Saksi Paslon berhak menerima Berita Acara Rekapitulasi.
Pengaturan untuk Rekapitulasi tingkat Kecamatan (PPK) juga mutatis mutandis. Pasal 393 ayat (2) Uu No.7 Tahun 2017 berbunyi: “PPK melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Panwaslu. Namun, Pasal 395 ayat (2) dan (3) membolehkan saksi Peserta Pemilu untuk tidak ikut tandatangan Berita Acara Rekapitulasi.
Pengaturan Berbeda
Bila diteliti secara seksama, UU No.7 Tahun 2017, memang memberi pengaturan berbeda terhadap kehadiran saksi Paslon untuk tingkat TPS sebagaimana diatur norma Pasal 388 ayat (2) yang berbunyi: “Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi Peserta Pemilu atau Panwaslu Kelurahan/Desa/Panwaslu LN/Pengawas TPS yang hadir dapat mengajukan keberatan…”
Rumusan norma Pasal 388 ayat (2) memang mengatur kehadiran saksi Peserta Pemilu bersifat optional, atau fakultatif. Artinya yuridisnya, kehadiran saksi Peserta Pemilu di TPS bukan menjadi syarat sahnya forum penghitungan suara di TPS.
Solusi Konstitusional-Legal
Oleh karena itu, guna mencegah agar permasalahan yuridis Rapat Rekapitulasi makin meruyak dan melebar, seyogianya KPU bersifat arif dan bijaksana. KPU seyogianya terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan yuridis-normatif syarat kuorum Rapat Rekapitulasi secara konstitusional dan legal. Hanya dengan demikian, KPU dapat menyelenggarakan Rapat Rekapitulasi tanpa menambah cacat dan cela penyelenggaraan Pilpres 2019.
Dr. Bahrul Ilmi Yakup, SH,. MH.
Pakar Hukum Tata Negara dan Perundang-undangan
Dosen Pascasarjana Universitas Jayabaya, Dosen Luar Biasa FH. Unsri, Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK).