OPINI

Tanpa Kehadiran Saksi Pasangan Capres Rapat Rekapitulasi Penetapan Hasil Pilpres tidak Sah

Penetapan agregat perolehan suara hasil Pilpres 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebetulnya identik dengan Penetapan Perolehan Peroleh Suara paslon Capres 2004, 2009, dan 2014. Penetapan perolehan suara paslon Capres merupakan pelaksanaan Tahapan Pilpres. Namun Penetapan Perolehan Suara Paslon Capres 2019 memiliki aspek istimewa oleh karena paslon Capres Prabowo-Sandi secara terbuka sudah menyatakan menolak atau tidak mengakui perolehan suara Capres pada Pilpres 2019 yang rencananya akan ditetapkan oleh KPU.

Penolakan paslon Capres Prabowo-Sandi secara hukum menarik untuk dianalisis, minimal dari 2 aspek, pertama aspek hukum, kedua aspek sikap tindak. Secara hukum, Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 jo Pasal 1 butir 7 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa Pemilu diselenggarakan oleh KPU. Selanjutnya Pasal huruf c mengatur KPU mengatur Tahapan Pemilu, dan Pasal 405 ayat (2) mengatur KPU melakukan rekapitulasi peroleh suara peserta Pemilu. Terkait dengan itu, Pasal 405 ayat (5) mengatur KPU menetapkan peroleh suara peserta Pemilu, dan Pasal 405 ayat (7) mengatur KPU menyampaikan perolehan suara peserta kepada masyarakat melalui media massa. Dengan demikian, rapat KPU tanggal 22 Mei untuk melaksanakan penetapan perolehan suara paslon Capres peserta Pilpres 2019 by due process dapat dinisbahkan konstitusional dan legal.

Oleh karena itu, sikap tindak paslon Capres Prabowo-Sandi yang menyatakan menolak rekapitulasi perolehan suara paslon Capres 2019 yang (akan) dilakukan KPU pada 22 Mei 2019 dengan alasan terjadi cacat atau kecurangan administrasi, paling tidak dalam uploading perolehan suara dalam Sistem Perhitungan Suara (Situng) vide Putusan Bawaslu No.7/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019; tidak mem-bawa dampak secara konstitusional dan legal, artinya penolakan Paslon Capres Prabowo-Sandi terhadap Penetapan Perolehan Suara Pasangan Capres, tidak membuat Penetapan KPU tersebut tidak sah secara hukum.

Kehadiran Saksi Paslon Imperatif

Namun demikian, secara yuridis normatif ada persoalan penting yang harus diperhatikan KPU dalam menyelenggarakan Rapat Penetapan Perolehan Suara Paslon Capres yang direncanakan tanggal 22 Mei 2019, yaitu ketentuan Pasal 405 ayat 2 yang berbunyi: “KPU melakukan rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu, dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu.” Penjelasan UU No. 7 Tahun 2017 terhadap Pasal 405 adalah “Cukup jelas”, ipso jure, tidak ada norma lain yang menambah atau merinci interpretasi norma Pasal 405 (2) UU No.7 Tahun 2017. Dengan demikian, secara yuridis normatif, makna norma Pasal 405 ayat (2) bersifat inheren pada norma frase itu sendiri.

Secara yuridis normatif, Pasal 405 ayat (2) UU No.7 Tahun 2017, mengatur dan memiliki beberapa unsur, yaitu: (1). Komisi Pemilihan Umum (KPU), (2). Melakukan rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Perserta Pemilu, (3). Dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu, (4). Bawaslu.

Makna yuridis normatifnya adalah KPU berwenang melakukan rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu (yang telah diterimanya dari KPU Provinsi vide Pasal 405 ayat 1). Rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dilakukan KPU dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu, dan Bawaslu.

Dengan demikian, Pasal 405 ayat (2) menisbahkan beberapa matra (syarat) normatif keabsahan rapat rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu , yaitu:

  1. KPU berwenang melakukan rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Perserta Pemilu.
  2. Rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dilakukan KPU dalam rapat.
  3. Rapat rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dilakukan KPU dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu, dan Bawaslu.

Artinya secara yuridis normatif kehadiran saksi Perserta Pemilu (in casu paslon Capres) adalah mutlak dan imperatif sebagai syarat sahnya rapat. Dengan demikian, ketidakhadiran saksi paslon Capres baik seluruhnya, atau sebagian menyebabkan KPU tidak dapat melaksanakan Rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu tanggal 22 Mei

  1. Norma Pasal 405 ayat (2) mutatis mutandis dengan norma Pasal 402 ayat (2) yang berbunyi: “KPU Provinsi melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu.” Perbedaannya, Pasal 402 ayat (2) tidak mensyaratkan kehadiran Bawaslu Provinsi.

Original intent norma Pasal 405 ayat (2) dan Pasal 402 ayat (2) UU No.7 Tahun 2017, menormakan bahwa Rapat rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Peserta Pemilu (selanjutnya disebut Rapat Rekapitulasi), merupakan forum bersama antara KPU, Saksi Paslon, dan Bawaslu, yang bersifat samen gestelde ambten.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button