Tantangan Prabowo: Ekonomi Indonesia dalam Bahaya!
Ancamannya, yaitu gempuran berupa dasyatnya invasi ekonomi global. Yang terbesar itu, adalah memang berasal dari negara berstatus the new super power dunia China Tiongkok, RRC. Yang telah sempat pula menggoyahkan perekonomian Amerika dan Eropa. Apalagi dengan Indonesia?
Caranya yang tengah berlangsung hebat dan kencang menguras nyaris habis ekonomi di dalam negeri dengan pelbagai bisnis legal maupun ilegal. Kemudian, mengakibatkan the big tsunami rush dalam skala raksasa.
Yaitu, terjadinya pelarian arus dana yang begitu luar biasa mengalir derasnya ke China!
Sehingga, mengakibatkan kelangkaan perputaran sirkulasi keuangan real, fiskal dan moneter di dalam negeri. Kemudian, berakibat menaikkan laju angka inflasi berat dan sangat melemahkan nilai tukar rupiah.
Dan inilah yang tak mampu dilindungi oleh Jokowi-Ma`ruf Amin dalam bidang ekonomi, telah mengubah banyak arus sangat deras balik arah dari inward ke outward ekonomi. Sarana penyintasnya melalui proses digitalisasi global maupun konvensional korporasi mondial.
Perusahaan raksaaa unicorn digital e-commerce Alibaba dan TikTok, berafiliasi atau tidak dengan perusahaan domestik sejenisnya, seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, Bukalapak, Blibli, dsb, membuktikan adanya serbuan dasyat barang-barang impor (harga dumping dan barang tiruan) yang membuat besar-besaran arus cash itu keluar negeri.
Dampaknya, sudah sangat terasa berat di tiga tahun terakhir: puluhan ribuan perusahaan menengah ke bawah, UMKM, Koperasi, pasar-pasar tradisional, PKL pada kelimpungan, bahkan sudah banyak yang mati suri.
Dan ironisnya, pun banyak perusahaan-perusahaan besar, seperti industri pabrikasi dan manufaktur aseng dan asing serta domestik yang melakukan bisnis operasionalnya di dalam negeri Indonesia, tetapi justru malah berkantor pusatnya di Singapura.
Ini mengisyaratkan —sebagaimana tercatat dalam data negara pemberi kreditor hutang dan investasi terbesar, saat ini adalah Singapura. Boleh jadi itu hanya anasir pialang yang sesungguhnya para lenders berasal dari RRC. Ini pun memberi kontribusi penambahan “rush” beterbangan dana ke luar negeri.
Berselang dua tahun belakangan hal miris pun hadir yang semakin merapuhkan sendi-sendi ekonomi itu, adalah kemunculan serbuan platform digital lenders ilegal, penyelenggara judol, pinjol dan para pelaku cyber crime yang marak meretas menembus batas negara apalagi Indonesia belum memiliki sistem ekonomi yang diproteksi secara hukum.
Di luar dugaan, eskalasi bisnis ketiganya, menurut data PPATK, dianalisis semenjak Maret 2023 hingga triwulan 2024 mencapai 600 trilyun. Boleh jadi sampai menghabiskan periode 2024, secara akumulatif bisa mencapai 2400 trilyun.
Itu nyaris menyamai jumlah angka keuangan kebutuhan rumah tangga APBN yang taruhannya, adalah stabilitas politik-ekonomi dan kemosipercayaan rakyat terhadap penguasa negara.