Tarif Transportasi Selangit, Rakyat Menjerit
Pengembangan infrastruktur akhir-akhir ini seakan menjadi program penting pemerintah. Sebut saja yang megah gaungnya adalah pembangunan tol dan juga bandara. Begitu banyak dana yang sudah digelontorkan dalam proyek ini. Berdasarkan berita yang beredar, pembangunan ini bertujuan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Lalu, bagaimana dengan fakta yang ada? Benarkah dengan adanya pembangunan ini kehidupan masyarakat menjadi lebih baik?.
Kemacetan kendaraan terjadi di Gerbang Tol Kalihurip Utama perbatasan Kabupaten Purwakarta-Karawang pada hari pertama pengoperasiannya, Kamis 23 Mei 2019. Penyebabnya diduga karena banyak pengendara tidak mengetahui kenaikan tarif yang baru diberlakukan di sana.
Sejumlah penumpang angkutan umum mengeluhkan kemacetan tersebut tidak jauh berbeda sebelum gerbang tol Cikarang Utama dipindahkan ke gerbang tol yang baru. “(Kemacetan) parah tadi jam 7.00, macetnya sampai 30-40 menitan (di Gerbang Tol Kalihurip Utama),” kata seorang penumpang, Yudi (35).
Keluhan yang sama diungkapkan para pengemudi kendaraan golongan 1 dan 2. Mereka mengaku baru mengetahui tarif dari gerbang tol Karawang Timur mencapai Rp15.000 hingga Rp22.500. Padahal, mereka biasanya hanya membayar Rp4.000 saja.
“Sudah mahal, macet lagi. Supir-supir pada mengeluh. Jalan alternatif pantura pasti ramai lagi gara-gara tarif tol naik. Pak Jokowi tolong dengarkan kami, saya cuma rakyat kecil,” kata salah seorang supir yang tidak menyebutkan namanya. (https://www.pikiran-rakyat.com, 23/05/19).
Bagi mereka yang terbiasa menggunakan maskapai penerbangan berbiaya murah atau Low Cost Carrier/LCC, harga naik turun yang terjadi belakangan sempat membuat was-was. Bagaimana tidak, sudah terbiasa melihat harga murah dan terjangkau, tiba-tiba saja harga tiket LCC terasa seperti Full Service Airlines, apalagi jelang musim mudik Lebaran seperti saat ini.
Naiknya harga tiket pesawat dan adanya biaya bagasi dengan batas berat tertentu membuat banyak orang berpikir ulang sebelum memilih moda transportasi udara. Menyikapi hal ini, Menteri Pariwisata, Arief Yahya memiliki pandangan positif.
Menurutnya, jalur darat saat ini sudah sangat memadai dengan dibangunnya jalan tol yang membentang dari Jakarta hingga Jawa Timur. Jalur tersebut, bisa mempermudah kelancaran arus mudik tahun ini. (https://www.viva.co.id, 23/05/19)
Fakta-fakta yang ada mengungkapkan kesewenangan penguasa kepada rakyatnya dengan menaikkan tarif tol dengan sangat fantastis. Kenaikan tersebut pun dilakukan secara tertutup dengan dalih pemindahan gerbang tol(GT) dari Cikarang Utama ke GT Cikampek dan GT Kalihurip Utama untuk mencegah kemacetan. Setelah menaikkan tarif tol dengan semena-mena, Direktur Operasi Jasa Marga Subakti Syukur mengatakan, kenaikan tarif ini merupakan konsekuensi perubahan sistem transaksi yang akan berlaku. Menurutnya kenaikan tarif ini tidak akan memberikan dampak besar terhadap perseroan. Bahkan dia berdalih bila merujuk Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Jalan, badan usaha jalan tol (BUJT) bisa menaikkan tarif setiap dua tahun sekali berdasarkan evaluasi terhadap standar pelayanan minimum (SPM). Namun fakta yang ada menunjukkan kemacetan di jalan tol tidak berkurang, bahkan semakin akut.
Di dalam Islam, infrastruktur termasuk ke dalam kepemilikan umum. Negara bukanlah pemilik, akan tetapi hanya bertugas sebagai pengelola mewakili umat. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah: ”yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi.” (Q.S. Al Furqon[25] : 2)
Sistem pondasi sistem ekonomi Islam menempatkan Allah sebagai pencipta dan pemilik seluruh alam. Sehingga dalam pengelolaannya haruslah berdasarkan pada aturan-Nya. Yakni, tentu saja tujuan pengelolaan tersebut adalah untuk kemaslahatan umat. Hal tersebut sesuai dengan dengan HR. Imam Ibnu Majah: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api, dan harganya haram”. [HR. Imam Ibnu Majah]
Hadist ini mememiliki makna bahwa pengambilan manfaat atas kepemilikan umum bukan untuk kepentingan kaum muslim ialah haram. Hakekat infrastruktur adalah layanan publik yang disediakan Negara untuk kemudahan akses transportasi dalam mengangkut produksi maupun penumpang, selayaknya dalam penggunaannya gratis tanpa bayar.
Sementara itu, saat ini negara mengadopsi sistem demokrasi kapitalis, di mana negara hanya berfungsi sebagai regulator saja dan bahkan kebijakan yang dikeluarkan senantiasa berpihak pada operator dan menghisap rakyat. Hal ini membuktikan bahwa penguasa tidak bertanggung jawab dalam meri’ayah rakyatnya. Rakyat tidak lagi diuntungkan, tetapi justru dirugikan dengan kebijakan-kebijakan yang ada. Maka, sudah saatnya kita beralih pada sistem yang benar, yaitu menjadikan islam sebagai landasan dalam kehidupan secara kaffah. Tidak hanya urusan ibadah, akan tetapi juga dalam segala aspek kehidupan. Wallahu a’lam bi as-showab.
Nurlaini
(Warga Masyarakat)