RESONANSI

Tempatkan Kembali Pancasila pada Kedudukannya yang Konstitusional

Mohammad Natsir, Perdana Menteri Indonesia ke-5.

Asal Mulanya

Menjelang proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan, apakah yang akan menjadi pandangan hidup Negara Indonesia Merdeka.

Beberapa pemimpin rakyat dari semua golongan yang secara representatif mewakili bangsa, berhimpun dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Setelah bertukar pikiran dengan mendalam, BPUPK melahirkan mutiara-mutiara pemikiran, yang kemudian terangkum dalam Pidato Ir. Soekarno yang diberi nama Pancasila, sebagai diutarakan pada tanggal 1 Juni 1945.

Semua pemikiran itu diolah kembali oleh suatu panitia kecil yang terdiri dari sembilan (9) orang yang berhasil merumuskan mutiara-mutiara pemikiran itu pada tanggal 22 Juni 1945 dalam satu rumusan, yang kemudian lebih dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” yang pada hakikatnya adalah rumusan Pancasila pertama, yang disusun bersama dan kemudian disetujui dengan suara bulat oleh “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”.

Sebagaimana diketahui, Panitia 9 orang itu ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A. Maramis; Abikusno Tjokrosuyoso, Abdulkahar Mudzakir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subarjo, A. Wahid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin.

Dalam suasana sangat kritis, sesudah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pemimpin rakyat dari segala golongan yang berhimpun dalam “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” pada waktu mempersiapkan Undang-Undang Dasar, telah dengan suara bulat pula mengatasi situasi sangat gawat itu, dengan mengadakan perubahan-perbuahan yang sangat mendasar dari rumusan tanggal 22 Juni 1945, sehingga lahirlah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Merdeka, pada tanggal 18 Agustus 1945.

Setelah dalam suasana Indonesia Merdeka, pertukaran pikiran itu dilakukan lagi dengan sangat luas baik secara maupun informal di tengah-tengah masyarakat, dan mendalam, maupun secara formal dalam konstituante, yang kadang-kadang diliputi suasana tegang. Konstituante tidak dapat menghasilkan UUD Republik Indonesia yang diharapkan. Maka pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden R.I. pada tanggal 5 Juli 1959 memenyatakan berlakunya kembali UUD ’45 dan dalam Konsideransnya, antara lain berbunyi: “bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD ’45 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut”.

Setelah diajukan dalam Dewan Perwakilan Rakyat, hasil pemilihan umum 1955, maka pada tanggal 22 Juli 1959,DPR dengan suara bulat dapat menerima berlakunya kembali UUD ’45 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut.

Maka berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang diterima secara bulat tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR pilihan rakyat itulah, berlakunya UUD ’45 sekarang ini, dengan catatan sebagaimana tersebut di atas (lihat lampiran).*

Dengan diterimanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh semua golongan dalam masyarakat sebagaimana tercerminkan oleh waki-wakil mereka dalam DPR yang dipilih secara benar-benar langsung, bebas dan rahasia, maka Pancasila sebagai Dasar Negara, tidak dipermasalahkan lagi.

Maka bagi bangsa Indonesia yang terdiri beberapa suku dan adat istiadat, serta menganut berbagai agama, dan ideologi, adalah Pancasila sebagai Falsafah Negara, dan pemersatu sebagaimana dilukiskan dalam semboyan negara “Bhineka Tunggal Ika”, yakni : bersatu sekalipun-ada-perbedaan-ragam.

1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button