Tempatkan Kembali Pancasila pada Kedudukannya yang Konstitusional
Usaha-Usaha Mengubah Makna dan Fungsi Pancasila
Setelah melalui ujian berat dan panjang dalam sejarah pemikiran bangsa yang telah menemukan dasar negara sebab diutarakan di atas, maka pada momentum-momentum yang menentukan seperti sekarang ini, perlu ditegaskan lagi menjadi kewajiban bangsa dari semua golongan untuk nenjaga kemurnian makna dan fungsi Pancasila, sebagai titik pertemuan dan pemersatu.
Gagasan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi semua kekuatan sosial politik yang bibit-bibitnya sudah mulai terlihat dalam Pidato Kepala Negara di Pekanbaru pada tanggal 27 Maret 1980 dan di Cijantung pada tanggal 19 April 1980, berarti mengubah makna dan fungsi Pancasila yang sebenarnya.
Kalau tadinya, Pancasila berfungsi sebagai titik-temu dan pemersatu, berjiwakan Bhineka Tunggal Ika, sekarang dijadikan justru sebaliknya; diberi fungsi untuk menyingkirkan ciri-ciri khas yang telah dihayati, dari zaman ke zaman oleh golongan-golongan sebangsa, jauh sebelum Pancasila dirumuskan.
Kalau organisasi-organisasi sosial politik – malah juga lembaga-lembaga profesi mau sama-sama hidup, diharuskan supaya menanggalkan lebih dulu asas-asas kepribadian yang khas bagi masing-masingnya, untuk digantikan oleh Pancasila.
Gagasan-gagasan itu yang sekarang ini sudah memasuki pembicaraan tahap formal, tidak dapat menutup-nutupi adanya tanggapan pro dan kontra dalam masyarakat. Hanya karena berlakunya sistem tertutup, tanggapan-tanggapan yang kontra tidak menggema dalam lembaga-lembaga formal.
Para pemuka agama Islam, Katholik, Protestan, Hindu dan Budha, yang terhimpun dalam “Wadah Musyawarah Antar Ummat Beragama”, telah berulang kali menyampaikan suara hati umat beragama di Indonesia kepada pemerintah tertinggi, berkenaan dengan masalah yang amat sensitif ini.
Tegas bunyi pernyataan mereka:
Bahwa: “masing-masing agama mempunyai dasar agama yang bersifat universal, berlaku untuk semua tempat dan zaman dan yang tidak boleh ditambah dengan sesuatu paham lain di samping dasar-dasar yang otentik”. (Wadah Musyawarah Antar Ummat Beragama, 19 Desember 1983).
Bahwa: “sebagai ummat beragama, mereka mempunyai asas menurut agama masing-masing”, sedangkan mereka membina ummat mereka masing-masing itu, “agar menjadi penganut agama yang taat, sekaligus menjadi warganegara yang Pancasilais.” (Idem, tgl 6 November 1982)
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, juga diketemukan di antara nilai-nilai ajaran agama mereka, sekalipun dengan bahasa dan istilah mereka masing-masing.
Dengan lain perkataan: Baik asas keyakinan, ataupun nilai-nilai dari agama masing-masing golongan umat beragama itu, sebenarnya, adalah “kerabat-kerja” bagi Pancasila, dalam pembinaan Warga Negara Republik Indonesia.