Terapkan Potong Tangan, Korupsi Mereda
Korupsi seolah tak penah berhenti di Indonesia. Puluhan menteri, ratusan kepala daerah dan wakil rakyat serta pengusaha telah banyak yang dihukum penjara. Tapi korupsi selalu tumbuh.
Keputusan hakim menghukum Juliari Batubara yang mengkorup uang Bansos Covid-19, banyak diprotes masyarakat. Juliari hanya dihukum 12 tahun. Banyak masyarakat menginginkan yang menginginkan Menteri Sosial itu dihukum mati atau penjara seumur hidup. Wakil Bendahara Umum PDIP telah menggarong uang Bansos sebesar 32,4 miliar.
Tapi begitulah hukum di Indonesia. Bukan hanya hukuman ringan untuk para koruptor, tapi hukuman ringan juga mengena pada pemerkosa, pembunuh, perampok dan lain-lain. Hukuman yang ringan ini menyebabkan peristiwa pidana itu terus berulang. Maka jangan heran pidana pembunuhan, pemerkosaan hampir tiap hari ada beritanya di media massa. Para pembunuh mungkin berfikir mereka hanya akan dipidana beberapa tahun saja bila mereka menghilangkan nyawa orang lain.
Saatnya Hukuman Tegas
Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam, mestinya tidak fobia terhadap efektif berlaku di masyarakat, harusnya berani untuk mengambil hukum dari Al-Qur’an. Hukum pidana kita kebanyakan mengambil sumber dari Belanda atau Barat, sehingga menghindari hukuman fisik. Padahal hukuman fisik, terbukti membuat jera pada terpidana atau membuat takut msyarakat untuk berbuat.
Hukuman penjara bertahun-tahun terbukti tidak efektif untuk memberantas korupsi di Indonesia. Apalagi sistem penjara di tanah air yang kotor dengan suap menyuap antara sipir dan terpidana. Bukan cerita baru lagi, bagaimana para terpidana dengan sejumlah uang tertentu, bisa menyuap sipir untuk pergi ke rumah sakit, hotel dan lain-lain. Belum lagi adanya remisi atau pengurangan hukuman bagi terpidana. Hukuman 12 tahun misalnya, dengan adanya remisi tiap tahun, bisa menjalani hukuman ‘hanya enam tahun’.
Hukum Islam tegas untuk masalah pencurian atau korupsi. Potong tangan. Al-Qur’an menyatakan, ”Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS al Maidah 38)
Rasulullah Saw menyatakan, ”Tangan dipotong karena mencuri ¼ dinar atau lebih.” (HR Bukhari)
Rasulullah Saw juga bersabda, ”Kehancuran orang-orang sebelum kalian (diakibatkan) karena jika pembesar-pembesar mereka mencuri, mereka biarkan. Namun jika orang yang lemah mencuri, mereka memotongnya.”
Bagian manakah yang dipotong? Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khattab menyatakan, ”Jika seorang pencuri mencuri, maka potonglah pergelangan tangan kanannya.” Para sahabat tidak ada yang menentang.
Jadi potong tangan, hanya dilakukan untuk jumlah pencurian sama dengan atau melebihi ¼ dinar emas. Bila satu dinar misalnya empat juta rupiah, maka ¼ dinar sama dengan satu juta rupiah. Jadi dalam Islam, orang yang mencuri dibawah satu juta rupiah, tidak dikenai pidana potong tangan. Ia hanya kena hukum ta’zir, kurungan penjara beberapa hari atau hukuman ringan lainnya. Bila ia mencuri karena dirinya atau keluarganya kelaparan, maka ia dibebaskan dari pidana, bahkan negara malah wajib untuk membantu keuangannya.
Dengan hukuman potong tangan untuk pencuri (termasuk koruptor), maka bisa diprediksi bahwa korupsi menjadi perbuatan yang ditakuti. Orang yang mau korupsi akan berfikir seribu kali, karena ia tentu tidak mau kehilangan tangannya seumur hidup. Belum lagi rasa malunya bila berhadapan dengan masyarakat. Uang bermilyar-milyar tidak bisa mengganti tangannya yang hilang karena korupsi.