SUARA PEMBACA

Tercekik Harga BBM dan Gas Nonsubsidi

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah kondisi rakyat hari ini. Sudah pembelian BBM bersubsidi dipaksa menggunakan aplikasi. Kini, kantong rakyat pun dibuat makin pailit dengan kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi.

Dikutip dari kompas.com, 10/7/2022, melalui PT Pertamina (Persero), pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi mulai Ahad (10/7/2022). Penyesuaian ini berupa kenaikan harga beberapa jenis BBM, mulai dari Pertamax Turbo, Pertamina Dex, hingga Dexlite. Sementara untuk LPG nonsubsidi seperti Bright Gas akan mengalami kenaikan harga sebesar Rp2.000 per kilogram.

Corporate Secretary Sub Holding Pertamina Commercial & Trading PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, menyebut bahwa penyesuaian harga dilakukan karena melambungnya harga minyak Indonesian Crude Price (ICP). Penyesuaian harga ini juga sejalan dengan Kepmen ESDM 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU), yang memang terus diberlakukan secara berkala. (kompas.com, 12/7/2022).

Tidak sedikit pihak yang beropini bahwa kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi ini tidak akan berdampak pada daya beli masyarakat. Namun, faktanya tidaklah demikian.

Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa makin tinggi disparitas harga antara barang subsidi dan nonsubsidi maka makin tinggi pula migrasi penggunanya. Apalagi di saat yang sama pemerintah juga melakukan berbagai pengendalian dan pembatasan dalam distribusi LPG subsidi agar lebih tepat sasaran.

Alhasil, menurut Bhima, masyarakat terutama kelas menengah akan menghabiskan uang lebih banyak untuk biaya kebutuhan hidup. Sementara daya belinya akan menurun dan berdampak terhadap penjualan berbagai produk sekunder dan tersier. (cnbnindonesia.com, 11/7/2022).

Sederet kebijakan yang dikeluarkan secara bersamaan jelaslah menambah beban rakyat. Dengan dalih apa pun, segala kebijakan yang tidak berpihak pada kemaslahatan rakyat merupakan ketidakadilan yang nyata dilakukan oleh penguasa. Mengapa negeri yang kaya sumber daya minyak bumi dan gasnya, justru harus merasakan mahalnya harga BBM dan LPG?

Inilah wajah buruk kapitalisme di negeri ini. Kapitalisme nyata melahirkan berbagai kebijakan yang membuat rakyat jauh dari kata sejahtera. Alih-alih memudahkan rakyat mendapatkan BBM-LPG murah, aturan yang ada justru menggiring rakyat membeli BBM-LPG mahal. Teganya, ini dilakukan di tengah kondisi perekonomian rakyat yang belum pulih akibat pandemi.

Makin nyata pula bawah paradigma kapitalisme yang berorientasi untung-rugi, sukses menempatkan penguasa sebagai regulator yang menjaga kepentingan para pemodal. Negara dijalankan selayaknya korporasi besar yang mengeruk keuntungan dari rakyat. Tidak heran, jika penguasa senantiasa berpikir kreatif, mengotak-ngatik kebijakan, menihilkan subsidi bagi rakyat.

Inilah tata kelola sumber energi ala kapitalisme yang gagal menyejahterakan rakyat. Padahal energi merupakan sektor vital yang semestinya mampu dikelola negara dengan benar. Nyatanya, sektor ini dikuasai oleh para kapitalis mulai dari hulu hingga hilir. Sementara rakyat seolah dihisap darahnya melalui mahalnya harga BBM, LPG, dan listrik. Sehingga tidak heran jika nasib rakyat pun makin tercekik.

Dalam paradigma Islam, minyak bumi dan gas dikategorikan sumber energi yang merupakan harta kepemilikan umum. Artinya, tidak diperbolehkan ada segelintir orang atau golongan yang menguasainya. Hal ini sebagaimana sabda Baginda Nabi Saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput (hutan), air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button