The Power of Tawakal
Jika iman yang teguh itu sudah dapat menghadirkan sifat tawakal, maka kita tidak akan pernah merasa kecewa, merasa berat hati, merasa khawatir dengan apa-apa yang belum terjadi, merasa kehilangan ketika sesuatu diambil dari kita. Kita akan ikhlas dan mampu menerima ketentuan-ketentuan Allah, karena Allahlah yang menciptakan kita. Jadi Allah paling tahu apa yang kita butuhkan.
Sesungguhnya tawakal tidak dihadirkan setelah kita selesai berikhtiar, tapi tawakal itu harus hadir bersamaan dengan ikhtiar. Seperti diriwayatkan, sebagai berikut, “Apakah unta dibiarkan saja depan pintu seraya bertawakal kepada Allah? Ataukah harus diikat dahulu supaya tidak hilang?” Rasulullah SAW menjawab “Ikatlah dan bertawakallah.”
Disini bisa kita lihat, Rasulullah menggunakan kata ‘dan’ bukan ‘kemudian’, Kenapa? Karena, jika beliau menggunakan kata ‘kemudian’ berarti setelah ikhtiar baru bertawakal. Namun jika menggunakan kata ‘dan’ berarti bersamaan/berbarengan. Maka dengan demikian tawakal harus senantiasa hadir bersamaan dengan ikhtiar.
Dengan ikhtiar dan tawakal pastinya kita akan menjadi manusia yang optimis yang akan mengerjakan segala sesuatu dengan optimal (maksimal). Maka, berikhtiar dalam koridor syariat Islam dan menyerahkan segala urusan kepada Allah, karena yakin bahwa Allah yang Maha Mengatur segala urusan kita, bukan perusahaan, bukan suami, orang tua atau yang lainnya hanya Allah, cukup Allah. Cukuplah bagi seorang Mukmin itu bertawakal kepada Allah.[]
Dian Salindri
Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Meruyung, Depok