Tidak Ada Kesialan di Bulan Safar

Bulan ini adalah bulan Safar, bulan kedua dalam kalender hijriyah. Semoga di bulan ini saudara-saudara kita tidak ada yang mewarisi tradisi jahiliyah, yakni meyakini terjadinya berbagai musibah, kesialan dan bencana di bulan Safar ini.
Menurut ‘akidah jahiliyah’ yaitu satu kepercayaan era ‘qabla bi’tsaturrasul’, era sebelum diutusnya Rasulullah Saw. Kata orang jahiliyah, Allah menurunkan ribuan bala’ di hari Rabu terakhir bulan Safar itu.
Juga karena ada seorang ‘wali kasyaf’ yang katanya mengetahui bahwa Allah SWT menurunkan bala’ bencana setiap tahunnya di muka bumi ini di Rebo Wekasan Safar sebanyak 320.000 bala’.
Karena bulan Safar bulan sial sebagian masyarakat membatasi aktivitasnya, termasuk mereka tidak memperbolehkan untuk melaksanakan pernikahan atau walimatul ‘ursy, tidak boleh bepergian, dan tidak boleh mulai berusaha karena dianggapnya sial.
Itulah ‘kepercayaan orang arab jahiliyah’ yang diyakini turun temurun ke generasi berikutnya hingga kini, sehingga memunculkan perbedaan pendapat di tengah masyarakat. Antara yang berpegang teguh dengan kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan mereka yang hanya berpedoman dengan ilham atau hasil kasyafaf seorang ‘wali’.
Bagaimana Menurut Islam?
Dalam Islam, tidak ada label baik-buruk atau hoki-sial terhadap hari dan bulan. Islam mengajarkan bahwa hari-hari, bulan-bulan berjalan sesuai kehendak Allah SWT.
Anggapan bahwa bulan Safar itu ada kesialan itu jelas kontra dengan hadis Rasulullah Saw dimana beliau pernah berupaya meluruskan ‘akidah jahiliyah’ itu baik dengan sabda Rasulullah maupun dengan tindakan beliau untuk meluruskan ‘keyakinan jahiliyah’ itu.
Ini hadisnya riwayat Imam Al-Bukhari r.a, Rasulullah Saw bersabda:
لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ ولا هَامةَ ولا صَفَرَ وفِرَّ من المَجْذُومِ كما تَفِرُّ من الأَسَد
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan buruk, tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada sial bulan Safar, dan larilah kamu dari penyakit kusta seperti kamu lari dari singa.” (HR Bukhari)
Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Abdurrauf al-Munawiy dalam kitab Faidh al-Qadir, jilid I, halaman 62 yang mengingatkan bahwa semua hari adalah milik Allah dan tidak ada manfaat atau bahaya dalam mengaitkan hari tertentu dengan kesialan atau keyakinan peramal.
وَالْحَاصِلُ أَنَّ تَوَقِّيَ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ عَلَى جِهَةِ الطِّيَرَةِ وَطَنِّ اعْتِقَادِ الْمُنَجِّمِيْنَ حَرَامٌ شَدِيْدَ التَّحْرِيْمِ إِذِ الْأَيَّامُ كُلُّهَا للهِ تَعَالَى لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ بِذَاتِهَا وَبِدُوْنِ ذَلِكَ لَا ضَيْرَ وَلَا مَحْذُوْرَ وَمَنْ تَطَيَّرَ حَاقَتْ بِهِ نَحْوَسَتُهُ وَمَنْ أَيْقَنَ بِأّنَّهُ لَا يَضُرُّ وَلَا يَنْفَعُ إِلَّا اللهُ لَمْ يُؤَثِّرْ فِيْهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ
“Dan yang dapat disimpulkan adalah bahwa untuk menghindari hari Rabu dengan menganggap sial dan mengikuti keyakinan peramal adalah sangat dilarang, karena semua hari adalah milik Allah yang Maha Tinggi. Kalau bukan karena di atas, maka tidak apa-apa dan tidak dilarang. Barangsiapa meyakini mitos buruk, maka kejadian buruk tersebut benar-benar akan menimpanya. Barangsiapa meyakini bahwa tidak ada yang memberi bahaya dan manfaat kecuali Allah, maka tidak akan terjadi kepadanya keburukan tersebut.”