Tragedi Gagal Ginjal Akut, Perlindungan Negara Dipertanyakan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap ada 241 anak yang terkena gagal ginjal akut misterius di Indonesia. Total pasien yang meninggal tercatat 133 kasus, tren peningkatan kasus melonjak sejak Agustus 2022. Ini ditemukan di 22 provinsi. (cnbcindonesia, Jumat 21/10/2022)
Dilatarbelakangi kejadian tersebut Petugas Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah apotek di Jalan Setia Budi, Medan, Sumatera Utara, Jumat (21/10), seperti dilansir BBC.com.
Disamping itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk mengusut kasus penyakit gagal ginjal akut. Hal itu untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana terkait kasus tersebut.
Muhadjir mengatakan, pengusutan ini telah diputuskan dalam koordinasi bersama Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (Republika.co.id, Ahad 23/10/2022)
Tragedi gagal ginjal akut yang terjadi di negeri ini sungguh sangat disayangkan. Korban yang jatuh dari kasus ini tidaklah sedikit. Tentu saja pengawasan obat dan makanan oleh pemerintahan negeri ini dipertanyakan.
Dalam hal ini terlihat adanya kelalaian pemerintah dalam pengawasan obat-obatan sebelum didistribusikan ke masyarakat. Korban sudah berjatuhan, Negara harus berperan besar dalam investigasi secara menyeluruh agar terungkap penyebabnya, sehingga tepat dan cepat langkah pencegahannya. Penyelidikan seksama juga sangat dibutuhkan untuk mengetahui adanya unsur kelalaian.
Rakyat butuh negara yang betul-betul mengurusi urusan mereka. Pemerintah yang menjalankan kewajibannya dengan penuh tanggungjawab. Kelalaian yang menimbulkan korban nyawa seperti ini sesungguhnya mencerminkan kinerja pemerintah yang masih jauh dari kata “baik”.
Negara harus bertanggungjawab atas kematian yang terjadi karena seharusnyan negara bisa bertindak sebagai pengurus (Ra’in) dan juga junnah (perisai) bagi rakyatnya.
”Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai/junnah. Dia akan dijadikan perisai dan orang akan berperang di belakangnya, digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Ázza wa Jalla dan adil maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa seorang pemimpin atau kepala negara, bertugas untuk menjadi perisai atau junnah untuk melindungi rakyatnya. Yaitu melindungi dari segala bentuk yang dapat menyengsarakan rakyatnya, sehingga umat akan merasa aman dan nyaman di bawah pemerintahannya.
Seorang pemimpin tidak akan membiarkan rakyatnya celaka karena apapun yang diamanahkan kepadanya akan dihisab nantinya di hadapan Allah. Wallahu a’lam bishawwab.
Diana Nofalia, Aktivis Dakwah di Tembilahan, Riau.