RESONANSI

Tragis, PLN Krisis Batu Bara!

Dalam perenungan saya, apakah konstitusi itu hanya formalitas? Faktanya, SDA dikuasai negara untuk dijual kepada swasta asing dan pribumi. Alih-alih untuk kemakmuran rakyat, kekayaan alam itu dinikmati oleh segelintir orang, golongan satu persen yang menjadi raja-raja daerah dan penguasa. Hingga kebijakan pemerintah pun dipengaruhi oleh para kapital ini. Kebijakan yang cenderung menyelamatkan bisnis daripada nyawa rakyat.

Sistem oligarki kapitalisme pun mewujud nyata di negeri ini. Para pengusaha dengan mind set materialisme, hanya sibuk memperkaya diri sendiri. Tak peduli nasib orang lain, meskipun ancaman krisis listrik mengadang. Mind set yang sama dimiliki oleh penguasa yang dia juga pengusaha atau dia naik ke kursi jabatan dengan suntikan modal dari para kapital. Diduga kuat, penguasa seperti ini akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan pro kapital dan mengorbankan hak-hak rakyat. 

Kehidupan rakyat laksana ayam mati di lumbung padi. Terancam krisis listrik di negeri kaya batu bara. Tragis.

Setragis inilah kehidupan manusia saat bermesraan dengan sistem made in human yang penuh eror dan mencampakkan aturan Allah SWT (lihat QS. Taha ayat 124). Padahal ada sistem yang garansi keberkahan dan kesejahteraannya bukan kaleng-kaleng (lihat QS. Al-A’raf ayat 96). Itulah sistem Islam kafah.

Dalam Islam , penguasa atau pemimpin tugas utamanya adalah untuk melayani rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Dan di akhirat kelak akan ada pertanggungjawaban atas pengurusannya, apakah mereka sudah mengurusnya dengan baik atau tidak.

Sebagai agama yang paripurna, Islam  juga memiliki aturan tentang pengelolaan SDA. Simak hadits berikut: Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah Saw dan meminta diberi tambang garam—Ibnu  al-Mutawakkil berkata—yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul Saw memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia  air yang terus mengalir.” Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).

Dengan demikian, jika volume tambang tersebut besar, maka haram diserahkan kepemilikannya pada individu atau korporasi. Negara wajib mengelolanya dengan baik hingga kebermanfaatan SDA dapat dirasakan seluruh rakyat. Wallahu a’lam.

Mahrita Julia Hapsari, Muslimah Borneo.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button