RESONANSI

Trump, Gaza dan Pengalaman Traumatis Farha

Keinginan Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza membuat saya teringat pada Farha. Jika perempuan Palestina tersebut masih hidup, umurnya 91 tahun sekarang. Tetapi, boleh jadi, Farha sudah mati di Suriah, negeri tempat dia menyelamatkan diri.

Amuk beringas Haganah, milisi radikal-brutal zionis cikal bakal IDF (Pasukan Pertahanan Israel) yang menjajah Tanah Suci Palestina pada 1948, membuat ribuan warga harus mengungsi meninggalkan rumah dan desa mereka. ‘Pergi atau mati (get out or get killed)’ adalah ancaman yang berulang kali diumumkan para komandan lapangan Haganah. Itulah nakba, malapetaka yang membuat bangsa Palestina terusir dari kampung halaman yang sudah berabad-abad dan puluhan generasi mereka huni.

Dunia mengetahui kisah Farha dari Darin J. Sallam, sutradara kelahiran Yordania, yang mendengar kisah itu sejak kecil dari ibunya yang berdarah Palestina.

“Nama sebenarnya Farha adalah Radiyyeh. Saya ganti menjadi Farha yang berarti kegembiraan, karena itulah yang dirasakan orang-orang Palestina sebelum 1948. Kegembiraan yang dicuri,” ungkap Darin dalam wawancara dengan jurnalis Michel Martin dari NPR (National Public Radio) yang bermarkas di Washington D.C. “Sejatinya, semua perempuan Palestina yang menjadi korban nakba adalah Farha. Ibu saya adalah Farha, nenek saya juga Farha,” lanjut Darin.

(Wawancara lengkap Darin J. Sallam dengan Michel Martin baca: ‘Farha’ tells the story of a Palestinian girl in 1948

Pada 1948, ketika tentara Inggris berangsur meninggalkan Tanah Palestina, Farha (diperankan oleh Karam Taher) baru berusia 14 tahun. Seorang dara yang mulai mekar. Teman-teman seusianya satu persatu menikah, sesuai tradisi setempat. Farha pun dijodohkan sang ayah untuk menikah dengan keponakannya Nasser, yang tak lain sepupu Farha. Sang gadis menolak.

Farha ingin keluar dari desa untuk melanjutkan sekolah di kota. Niat Farha didukung oleh pamannya, Abu Walid. Namun Abu Farha—ayah Farha—bergeming. Dalam kesedihannya, Farha hanya bisa bercerita tentang cita-citanya kepada sahabatnya, Farida, yang juga tak bisa berbuat banyak.

Pada satu malam, laskar rakyat mendatangi Abu Farha yang juga kepala desa setempat. Mereka memintanya untuk bergabung ke dalam laskar demi bersiap menghadapi milisi Yahudi. Abu Farha menolak dan menyarankan anggota laskar agar bersabar karena negara-negara Arab di sekitar mereka akan mengirimkan pasukan dalam waktu tak lama lagi untuk membantu. Penjelasan Abu Farha dicemooh pemimpin laskar yang tak percaya akan ada bantuan itu. Semua perdebatan didengar Farha yang tak mengerti apa yang sedang atau akan terjadi.

Beberapa hari kemudian, milisi Haganah sampai ke desa mereka. Pertempuran bersenjata mulai pecah. Abu Farha menitipkan anaknya kepada Abu Farida—ayah Farida—yang bersiap meninggalkan desa bersama keluarganya dengan mobil mereka. Farha dan Farida duduk di jok belakang.

Baru beberapa meter mobil berjalan, Farha meminta turun dan berlari ke rumahnya. Tak mau meninggalkan ayahnya seorang diri. Sang ayah yang marah melihat sikap Farha kemudian mengunci anaknya di dalam gudang makanan agar tak kena peluru nyasar. Dia sendiri angkat senjata dan memilih bertempur melawan Haganah.

Pengadeganan langsung berubah drastis. Tak ada lagi panorama eksterior desa Palestina penuh warna ceria. Semua berubah menjadi dunia gudang yang temaram, dengan satu-dua serpihan cahaya masuk melalui rekahan pintu kayu atau jendela bulat sedikit lebih besar dari kepalan tangan pada tembok. Tak ada lagi penunjuk detik, menit, jam, bahkan hari bagi Farha. Entah berapa lama dia mendekam.

Farha kehabisan air minum sehingga saat hujan turun dia harus menengadahkan tangan keluar melalui jendela bulat. Ketika kebelet buang hajat, tak ada pilihan lain selain melakukannya di salah satu sudut gudang. Usahanya untuk membuka pintu kayu dari dalam tak pernah berhasil. Sampai satu hari dia melihat sebuah keluarga kecil dengan dua anak perempuan memasuki halaman rumahnya. Sang ibu dalam keadaan hamil besar dan melakukan persalinan alami dibantu suaminya. Farha menyaksikan dari lubang pintu kayu. Seorang bayi lelaki lahir.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button