INTERNASIONAL

Trump Larang Warga dari Enam Negara ini Masuk dan Tinggal di AS

Jakarta (SI Online) – Mulai tahun ini, warga dari enam negara tidak bisa lagi bermigrasi dan menetap di Amerika Serikat.

Keenam negara yang masuk dalam ‘Travel Ban’ yang dicanangkan oleh Presiden Donald Trump sejak 2017 lalu adalah Myanmar, Eritrea, Kyrgyzstan, Nigeria, Sudan, dan Tanzania.

“Negara-negara tersebut sebenarnya kooperatif. Namun, untuk berbagai alasan, mereka gagal memenuhi prasyarat yang kami tetapkan,” ujar Sekretaris Homeland Security, Chad Wolf, sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Sabtu (1/2/2020).

Jika dilihat, empat dari keenam nama negara yang disebutkan berasal dari Afrika dan tiga di antaranya juga merupakan negara dengan mayoritas muslim. Pemberian larangan kepada enam negara tersebut tak ayal menimbulkan berbagai pertanyaan.

Kubu Demokrat menuduh Trump melarang keenam negara tersebut karena faktor suku, ras, dan agama.

Namun, Wolf mengklaim, pelarangan mereka sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Wolf mengatakan, pelarangan mereka murni karena perkara teknis.

“Problem mereka mulai dari teknologi paspor yang rendah hingga gagal memberikan informasi yang cukup perihal tersangka terorisme dan kriminal,” ujar Wolf menjelaskan.

Wolf menambahkan bahwa larangan yang ada tidak berlaku untuk visa sementara. Dengan kata lain, turis atau pelajar dari keenam negara tersebut masih boleh datang dan menetap sementara di Amerika.

Sebelum keenam negara tersebut masuk ke dalam daftar Travel Ban, Trump sudah lebih dahulu memasukkan nama Iran, Libya, Somalia, Suriah, dan Yaman. Semuanya adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim.

Trump sempat hampir memasukkan Belarus. Namun, mereka sudah mengajukan permohonan untuk melakukan perbaikan atas syarat-syarat yang belum dipenuhi.

Ke depan, berbagai analis menyakini Trump akan terus memperkuat kebijakan Travel Ban ini, terutama menjelang Pemilu 2020 nanti.

Kebijakan Travel Ban milik Trump disebut-sebut sangat populer di kalangan pemilih Republikan dan diyakini akan dimanfaatkan untuk mendulang suara.

red: asyakira/tempo.co

Artikel Terkait

Back to top button