Tumpulnya Kepekaan Seorang Pemimpin
Euforia masyarakat terhadap pilpres kian terasa panas. Pesta lima tahunan ini tak ayal membuat negeri ini bak terbelah menjadi dua kubu, sesuai dengan jumlah paslon yang mengikuti pilpres 2019. Mayoritas penduduk negeri ini memiliki pengharapan yang sama terhadap pilpres, yaitu perubahan. Tentu saja perubahan agar negeri ini menjadi lebih baik dan sejahtera dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Masalahnya, apakah perubahan itu benar akan terjadi dan membawa maslahat bagi negeri ini? Sekalipun Allah takdirkan negeri ini berganti presiden, akankah perubahan itu tetap terjadi?
Teringat aksi demonstrasi guru honorer depan istana beberapa waktu lalu. Saat para guru honorer sempat menginap di depan istana dengan harapan sang empunya istana negara memberikan jawaban atas janji yang dibuatnya dahulu, yaitu mengangkat mereka menjadi PNS atau Pegawai Negeri Sipil.
Sayangnya, presiden beserta jajaran menteri terkait kala itu tak ada satu pun yang menemui para guru honorer tersebut. Presiden lebih memilih blusukan ke pasar di daerah Bogor dibandingkan harus berhadapan dengan para demonstran yang menanyakan janji yang tak kunjung tertunaikan. Dari sini kita menarik kesimpulan, tentang tumpulnya kepekaan seorang pemimpin atas tuntutan rakyatnya sendiri, yang lebih memilih menghindari dibanding menghadapi.
Tumpulnya kepekaan seorang pemimpin negara terhadap rakyat, rupanya menjadi PR besar negeri kita. Mungkin pemimpin kita perlu berkaca pada kehidupan Rasulullah Muhammad SAW yang juga pernah menjadi pemimpin negara Madinah. Tajamnya kepekaan Rasulullah bukan hanya dirasakan oleh rakyat, namun juga dirasakan oleh hewan sekali pun.
Pernah suatu hari, beliau melihat dua orang laki-laki sedang bercengkerama dari atas punggung unta yang dinaiki keduanya. Rasulullah SAW menaruh rasa iba pada unta-unta tunggangan mereka. Kemudian beliau melarang dan berkata, ”Janganlah kalian jadikan kursi hewan tunggangan kalian.” Artinya, hewan tunggangan haruslah digunakan sesuai keperluan, bukan untuk yang demikian. Jika hajat yang memerlukan bantuan seekor binatang sudah tertunaikan dan tidak lagi dibutuhkan, maka kita sebaiknya turun dari punggung hewan tunggangan.
Kepekaan yang tajam nan lembut hati itu ada pada diri Rasulullah. Kepekaan itu menjadi mahal harganya untuk masa sekarang. Lihat, betapa detailnya pandangan Rasulullah. Selalu jeli melihat sekelilingnya dan bahkan menangkap pesan yang sangat sulit untuk diterjemahkan manusia. Perhatian beliau, bukan saja pada rakyat yang dipimpinnya tetapi juga menyangkut kehidupan sosial yang menyertainya.