SUARA PEMBACA

UAS “Ditunggangi” HTI, Benarkah?

Ulama kharismatik asal Riau, Ustadz Abdul Somad (UAS) kembali mengalami pengadangan. Diungkapkan UAS dalam akun Instagram dan Facebook, @ustadzabdulsomad yang terverifikasi. UAS menyampaikan ada ancaman dan intimidasi di sejumlah daerah untuk acara tausiyah.

Adanya ancaman dan intimidasi membuat beban panitia semakin berat dan mempengaruhi kondisi psikologis jamaah dan dirinya sendiri. Karena itu UAS memilih untuk membatalkan beberapa janji untuk memberikan ceramah (cnnindonesia.com, 3/9/2018).

Prihatin, mengingat bukan kali ini saja UAS mengalami penolakan. Mulai dari ceramah di Denpasar dan Hongkong pada akhir tahun 2017. Hingga penolakkan terkini di Semarang pada akhir Juli 2018.

Lebih miris lagi, penolakkan justru berasal dari dalam kaum muslimin sendiri. Dilansir republika.co.id, 6/9/2018, Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengakui telah meminta kepada pihak kepolisian untuk mempertimbangkan kegiatan ceramah Ustadz Abdul Somad di Jepara, Jawa Tengah. Belum diketahui, apakah permintaan GP Ansor ini menjadi salah satu alasan UAS membatalkan rangkaian ceramahnya di beberapa daerah di Jawa Tengah.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan sejumlah alasan. GP Ansor menilai, dalam beberapa ceramah yang disampaikan UAS terdapat ajakan-ajakan untuk menegakkan khilafah.

GP Ansor juga menilai, ceramah Ustadz Somad ‘ditunggangi’ oleh organisasi kemasyarakatan yang telah dilarang keberadaannya di Indonesia, yakni HTI. Diindikasikan begitu, karena ada kru menggunakan topi berlafaz “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah”.

Sikap GP Anshor tentu disayangkan banyak pihak. Apatah lagi menjadikan HTI, kalimat tauhid, dan khilafah menjadi kambing hitam. Perlu diketahui HTI telah dizalimi dengan dicabut badan hukumnya oleh rezim lewat UU Ormas. Mengatakan HTI sebagai gerakan atau ormas terlarang adalah fitnah.

Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI, Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, HTI bukan organisasi terlarang. Sebab, dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengesahkan pembubaran HTI tak pernah menyebut kalau HTI adalah organisasi terlarang. Yusril juga menambahkan yang dicabut adalah status badan hukum HTI, tetapi bukan berarti HTI tidak bisa beraktivitas karena mereka punya hak untuk berorganisasi dan beraktivitas, apatah lagi aktivitas dakwah Islam (viva.co.id, 4/6/2018).

Menjadikan khilafah dalam ceramah UAS sebagai alasan juga tak masuk akal. Sebab khilafah adalah ajaran Islam yang mulia yang menjadi ra’in (pemelihara) dan junnah (penjaga) umat. Khilafah bukan milik HTI tapi milik Islam dan umatnya. Mengkriminalisasi khilafah dengan framing jahat sama saja mengkriminalisasi Islam dan seluruh ajarannya. Maka, bukan suatu hal yang salah jika UAS membicarakan khilafah dalam ceramahnya. Sebab khilafah adalah ajaran Islam!

Mengaitkan UAS dengan HTI, bahkan mengatakan UAS “ditunggangi” HTI juga perlu dibuktikan. Sebab hal ini dibantah secara tegas oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, yang mengatakan Ustaz Abdul Somad bukan bagian maupun anggota organisasinya. Hal ini menanggapi Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang mengklaim telah menemukan keterkaitan antara Somad dengan HTI sejak 2013 (cnnindonesia.com, 4/9/2018).

Mengaitkan UAS “ditunggangi” HTI, sebab ada seorang kru manajemen UAS yang memakai topi berlafaz “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah” juga terkesan dibuat-buat. Kalimat tauhid adalah kalimat yang tertinggi bagi seorang muslim. Bukti iman dan keyakinan terhadap Al-Khaliq Al-Mudabbir.

Kalimat tauhid yang pertama kali yang diperdengarkan seorang muslim ketika kelahirannya. Sebab lafaz “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah” adalah semangat juangnya untuk membela Allah Ta’ala dan Rasul-Nya sepanjang hidupnya. Wajib bagi seorang muslim meletakkannya di tempat yang paling tinggi dan mulia di dalam diri, jiwa, hati dan pikirannya.

Kalimat tauhid yang paling dirindukan seorang muslim ketika menjemput ajalnya. Jasadnya akan dinaungi dengan lafaz “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah” hingga diantarkan ke liang lahat. Sebab lafaz “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah” mengantarkan seorang mukmin mengetuk pintu jannah.

Kalimat “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah” juga pemersatu umat. Terbukti selama 14 abad lamanya kaum muslimin hidup sejahtera dalam naungan “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah”, dalam institusi bernama khilafah. Jelas kalimat tauhid milik kaum muslimin, bukan hak paten HTI!

Mengaitkan lafaz “La ilaha illa-Llah Muhammad Rasulullah” sebagai simbol bendera HTI juga framing yang sangat keji. At-Tirmidizi keriwayatkan dalam sebuah hadist : Ibn ‘Abbas berkata, “Rayah Rasulullah saw. itu berwarna hitam dan Liwa’-nya berwarna putih”. Tak ada bendera HTI, yang ada adalah Liwa dan Rayah milik kaum muslimin!

Maka sejatinya menjadikan HTI, khilafah dan kalimat tauhid sebagai alasan penolakan UAS adalah hal yang tak masuk akal. Sejatinya intimidasi dan ancaman yang menimpa UAS adalah bukti kepanikan rezim terhadap kebangkitan Islam. Di satu sisi menunjukan bukti kelemahan negara dalam penjagaan terhadap ulama, dengan tunduk pada ego minoritas.

Persekusi yang makin menjadi untuk membungkam suara kebenaran dan perubahan. Baik dari ulama maupun kaum intelektual, adalah bukti rezim anti kritik. Jika tidak mau dikritisi untuk arah yang lebih baik, mau jadi apa negeri ini?. Wallahu’alam bishshawwab.

Ummu Naflah
Penulis Bela Islam

Artikel Terkait

Back to top button