UAS Menjawab Fitnah
Soal keterkaitan dengan HTI, UAS dengan tegas menjawab bahwa dirinya bukanlah simpatisan, anggota maupun kader HTI. “Saya pendakwah bebas yang diundang oleh HT dalam acara besar mereka dan undangannya umum. Karena kami di Riau biasa diundang,” jelas UAS dalam acara FAKTA di stasiun tvOne, 11 September 2018 lalu.
UAS bercerita, saat berkuliah di Mesir, dirinya tidak mengikuti gerakan-gerakan Islam. Dengan rendah hati UAS mengaku bila otaknya pas-pasan, yang sudah cukup sibuk dengan beban kuliah di Fakultas Ushuluddin dan hafalan Alquran. “Jadi kalau saya ikut ini itu, nggak muat otak saya. Serius saja nilai saya cuma jayyid, apalagi kalau saya ikut ini itu,” ungkap UAS.
Jawaban UAS itu dibenarkan oleh Jurubicara HTI HM Ismail Yusanto. Ismail menegaskan, UAS tidak menjadi bagian maupun anggota organisasinya. “Enggak. Enggak betul itu,” kata Ismail menjawab tuduhan Yaqut seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (4/9/2018).
Ismail menegaskan tudingan yang dilayangkan GP Ansor bahwa UAS memiliki keterkaitan dengan HTI merupakan fitnah belaka. “Dia (GP Ansor) sudah biasa nuduh sana nuduh sini. Membubarkan pengajian sudah biasa,” kata Ismail.
UAS juga sudah berulangkali membantah stigma jika ia tak cinta NKRI. Ia bahkan kerap diundang di depan petinggi negara untuk berceramah. Ia pernah diminta khusus untuk berceramah di Mabes TNI AD. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Mulyono turun tangan langsung untuk mendatangkan UAS pada Juni 2018 lalu. Bukan hanya KSAD, UAS juga diundang ceramah oleh KSAL, Ketua Mahkamah Agung, Wakapolri, pimpinan MPR, bahkan Wapres Jusuf Kalla.
Namun beragam undangan dan bantahan Ustaz Somad seperti tak berpengaruh terhadap para pembencinya. “Sudah diklarifikasi lewat upacara bendera, diklarifikasi lewat video di dalam hutan ngajarin anak-anak, nggak (berhenti juga fitnah) juga, ini orang mau apa. Mau viral? Kita hidup ini yang dicari ridho Allah cukuplah,” ungkap dosen UIN Suska Riau itu.
Mengenai tantangan agar UAS menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum berceramah, UAS menjawab bila dirinya sejak Sekolah Dasar sudah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesi tersebut. Meskipun sekolah di pesantren, kata UAS, bukan berarti haram mengangkat bendera. “Orang saya dirijennya kok. Tiba-tiba (sekarang) saya disuruh nyanyi ya lucu aja,” kata UAS.
UAS malah menyarankan bila memang ada keharusan menyanyikan lagu Indonesia Raya agar hal tersebut diterapkan dan distandardisasi. Bukan hanya menyasar mubaligh-mubaligh tertentu. Sehingga sebelum pengajian selalu dilakukan pembacaan Alquran, kemudian shalawat badar, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Baru kemudian ceramah.
Mengenai topi dengan kalimat tauhid yang dikenakan oleh jamaahnya, dengan santai UAS mempertanyakan bila semua kalimat tauhid diidentikan dengan bagaimana dengan peti jenazah yang ada kalimat tauhidnya, kaligrafi kalimat tauhid, mobil yang dipasang sticker kalimat tauhid?.