UAS, Singapura dan Islamofobia
Bakal Calon Wakil Presiden Prabowo 2019, Ustadz Abdul Somad (UAS), merasakan kegetiran, setelah diusir dari Singapura beberapa hari lalu. Menurutnya dalam sebuah video, Singapura adalah tanah Melayu, tanah nenek moyang UAS, yang dikuasai pendatang. Malah dia, UAS, sebagai orang Melayu terusir dengan biadab dari tanah itu. Ini lebih buruk dari apa yang diceritakan STING, dalam lagunya Englishman in New York. Lagu satir seorang Inggris di negara yang dia dirikan.
Inggris, melalui tangan Sir Stamford Rafless, membangun Singapura pada tahun 1819, sebagai kota pelabuhan, setelah mendapatkan konsesi penggunaan lahan dari Sultan Johor, Malaysia. Setelahnya, 1842, Inggris membangun Hongkong. Kedua kota ini menjadi kekuatan keuangan dunia dan pelabuhan raksasa. Pada 1917 Inggris membangun Israel, negara untuk orang Yahudi yang terusir berabad-abad di Eropa. Sebelumnya, tanah Israel itu dijanjikan Inggris dan Perancis, kepada Arab Saudi agar Arab Saudi melawan Ottoman dalam perang Dunia I. Ternyata setelah menang perang Dunia I, tanpa sepengetahuan Prancis, Inggris, melalui Deklarasi Balfour, secara sepihak memberikan tanah Israel ke Yahudi-Zionis.
Peranan Jahudi (Zionis) atas koloni Inggris, khususnya dalam bidang keuangan, sangatlah besar. Sebab, orang-orang kaya Jahudi menguasai perekonomian di eropa, setidaknya, sejak abad ke-19. Singapore, sejak merdeka sampai saat ini, menjalin kerjasama strategis yang dalam dengan Israel, baik dalam bidang pertahanan maupun keuangan.
Hendrajit, dalam “Singapura: Basis Regional CIA dan Mossad di Asia Tenggara”, The Global Review, 8/4/2010, menuliskan bahwa sitem pertahan Singapura dikembangkan oleh militer dan intelijen Israel. Dia menjelaskan Israel dan Singapura mempunyai ancaman strategis yang sama, yakni bangsa-bangsa Islam tetangganya.
Salah satu alasan penolakan UAS di Singapore adalah bagian tanya jawab dalam ceramahnya, tentang hukum fikih bom bunuh diri kelompok pejuang Islam di Palestina, terhadap tentara Zionis Israel. UAS tidak menyerang Singapura, bahkan dia menjadikan negeri jiran itu tempat pilihan rekreasi. Beberapa negara lain yang menolak, memang tidak mengungkapkan alasan, namun benang merahnya, terhadap isu Isarel, pasti akan terlihat nantinya.
Apakah UAS radikal?
Dalam tulisan saya pada Januari 2019, The Somad Power, berbasis kehadiran saya menyaksikan ceramah UAS, saya telah melukiskan bagaimana spektrum pemikiran UAS dan daya pikatnya pada rakyat jelata. Spektrum pemikiran UAS bersifat holistik dari sifatnya kesalehan individual kepada kesalehan sosial dan peranan negara. Dalam tulisan itu saya menyinggung pandangan UAS tentang menjaga kesalehan prempuan dan lelaki dalam konteks pernikahan remaja. Menurutnya mahar pernikahan jangan menjadi beban pria sehingga dia terjerumus ke zina.
Dalam kesalehan sosial UAS mendorong agar umat Islam membeli produk pedagang muslim meskipun kurang kompetitif. Sebab, dominasi pedagang muslim diperlukan untuk melindungi kestabilan ekonomi ummat Islam. Dalam doanya dia mendoakan kemenangan Islam atas Israel, suatu saat nantinya, khususnya mendoakan agar para anak-anak lelaki Islam menjadi seperti Muhammad Al-Fatih yang mampu menaklukkan, Konstantinopel, Romawi Timur, di era lalu.
Uraian UAS dalam sebuah ceramah di atas, yang saya saksikan langsung, adalah ajaran standar sebuah agama, khususnya Islam, di mana jawaban-jawaban atas persoalan sosial merujuk pada sejarah dan keyakinannya. Sekarang, misalnya, jika orang-orang Ukraina melakukan bom bunuh diri mempertahankan negaranya dari invasi Rusia, apakah itu sebuah kesalahan?
Orang-orang Palestina dalam pandangan Islam adalah orang yang diinvasi oleh Israel dan bersikap mempertahankan diri. Dan itu mempunyai legitimasi keagamaan kata UAS. Perspektif seperti ini, mempertahankan diri, adalah wajar dan tidak radikal. Dan pula UAS adalah penceramah, buka seorang aksioner.