NASIONAL

Uji Materi tentang Privatisasi BUMN Ditolak Mahkamah Konstitusi

Jakarta (SI Online) – Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (3) huruf a-huruf h UU No. 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara atau UU BUMN yang diajukan oleh Serikat Pekerja PLN.

“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis
Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan, seperti dilansir Bisnis.com, Kamis 31 Mei 2018.

Dengan ditolaknya uji materi itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara dan kuasanya tetap diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan dalam rapat umum pemegang saham perusahaan pelat merah.

Sebelumnya, Serikat Pegawai PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku penggugat UU BUMN menilai kewenangan Menteri BUMN dan kuasanya dalam RUPS, terutama mengenai peleburan dan penggabungan, berpotensi mengarah pada swastanisasi.

Para pemohon keberatan dengan kewenangan peleburan dan penggabungan BUMN tanpa pelibatan DPR. Argumen ini didukung dengan eksistensi PP No. 72/2016 tentang Perubahan atas PP No. 44/2006 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Negara pada BUMN dan PT. Beleid ini dianggap memperbesar peluang swastanisasi BUMN tanpa pengawasan parlemen.

Pemohon khawatir swastanisasi itu berujung pada pemberhentian hubungan kerja (PHK). Mereka mengacu pada UU PT yang menyatakan perusahaan hasil peleburan dan penggabungan berakhir karena hukum tanpa likuidasi terlebih dahulu.

Para penggugat yang merupakan karyawan PLN turut mencemaskan privatisasi BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti PLN.

Apalagi, berdasarkan pengaturan daftar negatif investasi pada PP No. 39/2014 tercantum bahwa usaha pembangkit listrik, transmisi tenaga listrik, dan distribusi tenaga listrik swasta dapat memiliki saham hingga 95%-100%.

Namun, Majelis Hakim Konstitusi menolak seluruh dalil pemohon tersebut. Posita mereka yang menyebutkan b Pasal 14 Ayat 2 dan Ayat 3 bertentangan dengan UUD 1945 dianggap tidak beralasan menurut hukum.

Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan substansi Pasal 14 ayat 3 merupakan aksi-aksi korporasi yang dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan RUPS, organ tertinggi sebuah perseroan terbatas (PT).

Menteri BUMN bertindak sebagai kuasa pemegang saham dalam RUPS di BUMN berstatus PT yang 100% sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagai pemegang saham di PT yang sebagian sahamnya dikuasai oleh negara.

Ketentuan itu, kata Suhartoyo, mengacu pada UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas karena BUMN tunduk pula dengan rezim PT. BUMN harus mengacu pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik agar mampu menghasilkan nilai ekonomi bagi pemangku kepentingan.

“Intervensi eksternal terhadap aksi-aksi korporasi BUMN, lebih-lebih intervensi politik, harus dicegah. BUMN tidak boleh dijadikan alat politik atau dipolitisasi sedemikian rupa sehingga menyimpang dari maksud dan tujuan pendiriannya,” katanya saat membacakan pertimbangan putusan di Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Suhartoyo menilai tidak ada relevansinya melibatkan DPR dalam aksi korporasi BUMN. Pasalnya, lembaga legislatif tidak berkedudukan sebagai RUPS atau komisaris seperti halnya Menteri BUMN. DPR hanya dapat berfungsi sebagai pengawas dalam konteks pengawasan pemerintahan.

red: Farah Abdillah

Artikel Terkait

Back to top button