Ukuran Kebahagiaan Menurut Al-Qur’an

Tiap tahun kini PBB mengeluarkan Laporan Kebahagiaan Negara-Negara di dunia. Laporan World Happiness Report 2024 dirilis oleh The Wellbeing Research Centre Universitas Oxford, bekerja sama dengan Sustainable Development Solutions Network United Nations.
Laporan ini mengungkap bahwa Finlandia meraih skor tertinggi sebagai negara yang paling bahagia dengan skor 7,741, dari total 143 negara yang disurvei.
Sepuluh negara teratas yang dianggap negara paling bahagia adalah:
- Finlandia, skor 7,741
- Denmark, skor 7,583
- Islandia, skor 7,525
- Swedia, skor 7,344
- Israel, skor 7,341
- Belanda, skor 7,319
- Norwegia, skor 7.302
- Luksemburg, skor 7,122
- Swiss, skor 7,060
- Australia, skor 7,057.
Ada enam variabel yang digunakan untuk mengevaluasi dan menjelaskan tingkat kualitas hidup dan kebahagiaan setiap negara. Keenam variabel tersebut meliputi, PDB per kapita, harapan hidup sehat, memiliki seseorang yang dapat diandalkan, kebebasan menentukan pilihan hidup, kemurahan hati, dan kebebasan dari korupsi. (Lihat https://lifestyle.kompas.com/read/2024/03/25/134000320/daftar-10-negara-paling-bahagia-di-dunia-2024?page=2.)
Enam variable itu bisa saja digunakan untuk mengukur kebahagiaan sebuah negara. Tapi Al-Qur’an mempunyai variabel-variabel lain yang menentukan seseorang atau sebuah bangsa itu disebut Bahagia.
Surat al Mu’minun ayat 1-11 menunjukkan variabel kebahagiaan seseorang. Al-Qur’an menyatakan,
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ هُمْ لِلزَّكٰوةِ فٰعِلُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ ۙ اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَاۤءَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْعَادُوْنَ ۚ وَالَّذِيْنَ هُمْ لِاَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَوٰتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ ۘ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْوٰرِثُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ يَرِثُوْنَ الْفِرْدَوْسَۗ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, orang-orang yang meninggalkan (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela (karena menggaulinya). Maka, siapa yang mencari (pelampiasan syahwat) selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Sungguh beruntung pula) orang-orang yang memelihara amanat dan janji mereka serta orang-orang yang memelihara salat mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Yaitu) orang-orang yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”
Bila kita merenungkan ayat ini maka kebahagiaan sejati yang pertama adalah menjadi orang beriman. Orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Hal ini sesuai dengan surat al Ahzab 71. Allah SWT berfirman,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan/kebahagiaan yang besar.” Menafsirkan ayat ini ulama besar Buya Hamka menyatakan bahwa banyak ahli mendefinisikan kebahagiaan dengan berbagai macam definisi, tapi Al-Qur’an menandaskan bahwa kebahagiaan sejati adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ciri orang bahagia yang kedua adalah bila orang shalatnya khusyu’. Rasulullah Saw menyatakan bahwa shalat adalah mi’rajnya orang mukmin. Orang yang shalatnya khusyu’ maka dalam kehidupan di luar shalat ia juga akan khusyu’. Ia akan konsentrasi sepenuhnya menghadapi masalah-masalah yang ia hadapi agar solusinya tidak menyimpang dari syariat Allah. Orang yang shalatnya sembarangan, hidupnya bisa jadi sembarangan pula. Seperti sifat orang munafik yang shalatnya bermalas-malasan dan shalat hanya untuk riya’ atau pamer kepada manusia saja. Orang ini menurut Al-Qur’an tidak bahagia hidupnya.
Ciri orang bahagia yang ketiga adalah orang yang menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berguna. Seorang mukmin senantiasa berusaha melakukan kegiatan yang bermanfaat baik untuk dunia maupun akhirat. Ia meninggalkan perbuatan yang sia-sia, seperti main game berjam-jam, nongkrong ‘cuci mata’ dan lain-lain. Orang yang sering melakukan perbuatan tidak berguna (atau maksiyat) itu, menurut Al-Qur’an hidupnya tidak bahagia.