Ulama Harus Berani Mengoreksi Penguasa
Bogor (SI Online) – Dalam sebuah hadis dijelaskan, ulama itu adalah orang yang mendapatkan amanah dari Rasul. Ulama adalah pewaris Nabi, sehingga menjadi panutan umat di masyarakat.
Seorang ulama harus menjaga sikap agar senantiasa lurus sesuai aturan agama. “Salah satu persyaratannya, ulama tidak masuk ke dalam lingkaran kekuasaan dengan perilaku seperti penguasa yang tujuannya untuk mencari kepentingan dunia,” ujar Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc dalam kajian tafsir di Masjid Al Hijri Kota Bogor, Ahad (9/9/2018).
Menurutnya, ulama tidak boleh Mukholatoh (bercampur) sehingga tidak ada bedanya, ibaratnya air yang dicampur kopi itu tidak lagi terang, tidak lagi bersih.
“Posisi ulama tidak boleh bercampur apalagi perilakunya, ulama tidak safari politik karena itu sudah bukan pekerjaan ulama. Ulama itu harus silaturahim menyampaikan Islam, bukan mencari dukungan. Jadi ulama itu bukan melakukan safari politik tapi harus dakwah menyampaikan kebenaran kepada siapapun untuk mencari keridhaan Allah SWT,” jelas Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Seharusnya, kata Kyai Didin, posisi ulama itu Mujawir (dekat tapi tidak bercampur), sehingga ketika penguasa benar maka akan didukung ulama karena melakukan kebaikan yang bermanfaat untuk masyarakat. “Tetapi jika penguasa itu tidak amanah, pekerjaannya berdusta dan berbohong maka ulama wajib mengoreksi dan menasehati,” tuturnya.
Jadi, kata Kyai Didin, itu posisi ulama yang harus kembali dimunculkan, karena kalau selalu bercampur dengan penguasa demi kepentingan dunia untuk mendapatkan materi dan jabatan yang sifatnya sesaat maka ia telah berkhianat kepada Rasul.
Akan tetapi jika ingin berpolitik silahkan, tetapi niatnya harus benar, niatnya harus mujawir, caranya harus baik dan jujur, tidak boleh ada suap menyuap, tidak pencitraan, karena itu bukan pekerjaan dari para ulama. “Ini saya sampaikan buat nasihat saya sendiri dan untuk para ulama semuanya. Jangan karena kekuasaan mengorbankan aura ulama, ini demi masa depan ulama dan umat Islam, ibarat dalam sebuah bangunan ulama sebagai tonggak atau tiangnya,” katanya.
Diriwayatkan dari Imam Ghozali bahwa Rasulullah SAW pernah mengatakan: Ada dua kelompok manusia, kalau beres yang dua kelompok ini maka akan beres semua manusia. Tetapi, kalau rusak dua kelompok ini maka rusak semua manusia, dua kelompok itu adalah ulama dan umaro.
“Jadi ulama adalah orang yang mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang mendapat warisan ilmu para nabi, maka jangan dirusak dengan perilaku yang terlalu campur dengan penguasa. Ulama harus jaga jarak agar berani melakukan koreksi dan nasihat,” tandas Kyai Didin.
red: adhila