Urgensi Pendidikan Keluarga
Bila saja pendidikan keluarga berjalan dengan baik maka akan lahir generasi atau pemuda-pemuda yang berkarakter serupa dengan pemuda Ashabul Kahfi atau pemuda penghuni gua.
Allah berfirman, “Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. al-Kahfi: 13).
Berdasarkan ayat tersebut, kualifikasi pemuda kahfi paling tidak mesti memiliki iman yang kuat dan mendapatkan petunjuk. Iman tak hanya diucapkan tapi mesti mewujud dalam tindakan dan perilaku sehari-hari.
Iman mesti berdampak pada perilaku kehidupan, baik dalam bentuk ibadah maupun dalam bentuk akhlak pada sesama. Petunjuk adalah peta jalan, ia dimanifestasikan dengan kesungguhan untuk menaati Allah dan rasul-Nya dengan mentaati aturan syariat yang tertera dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Siapapun kita, tentu sangat ingin agar anak atau keturunan kita masuk kategori pemuda yang mampu meretas perubahan bangsa ke arah yang lebih baik dan kebangkitan umat.
Mereka bukan saja mewarisi nilai perjuangan para mujahid era sahabat dan seterusnya tapi juga daya juang para pahlawan yang pernah berjuang masa penjajahan dan masa kemerdekaan.
Hal ini tentu bukan pekerjaan ringan, karena itu menjalankan pendidikan keluarga secara telaten merupakan pilihan yang tak bisa dianggap remeh lagi.
Bila dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sukses berdakwah dengan peran dan kontribusi pemudanya yang sangat optimal, maka era ini dan ke depan juga demikian, mestinya pemuda berperan dan berkontribusi optimal, baik untuk kemajuan bangsa maupun untuk kebangkitan umat Islam.
Tapi kuncinya, sekali lagi, adalah pendidikan, terutama pendidikan keluarga. Orangtua sebagai pendidik pertama dan utama anak mesti mampu menjalankan perannya dengan baik.
Karena itu pula orangtua mesti terus meningkatkan kualitas dirinya, baik iman, takwa dan akhlak mulianya, maupun ilmu dan amalnya. Intinya, orangtua mesti menjadi pembelajar sehingga mampu menjadi pendidik yang pantas diteladani oleh anaknya. []
Syamsudin Kadir, Pengurus Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Kota Cirebon