Usamah Hisyam: Connecting Muslim Jiwa dan Karakter Saya
Sempat kurang lebih tiga tahun bergabung dengan Partai Demokrat, dengan menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Banten. Posisi ini diraih sebagai cara untuk dapat maju sebagai calon gubernur Banten pada Pilgub 2007. Namun karena pencalonan itu batal dengan berbagai sebab, akhirnya pada 2008 ia meninggalkan PD. Pada saat yang sama, Usamah telah menjabat sebagai Sekjen PARMUSI.
Jelang Pileg dan Pilpres 2009, Usamah dicari-cari oleh Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Saat itu mantan Panglima ABRI itu minta bantuan Usamah sebagai konsultan politik. Direktur Utama PT Dharmapena Citra Media itu pun lalu meneken kontrak kerja sebagai konsultan politik Wiranto, untuk meloloskan Partai Hanura dari parliamentary threshold serta mengupayakan agar Wiranto dapat diusung sebagai Capres/Cawapres.
Sebagai konsultan, Usamah merekomendasikan pendirian Gerakan Nasional Relawan Pos Wiranto yang dipimpinnya sendiri. Partai Hanura lolos parliamentary treshold 3,5% pada Pemilu 2009, dan Wiranto dipinang oleh Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla menjadi cawapres. Sayangnya, pasangan JK-Wiranto kalah dalam putaran pertama Pilpres yang dimenangkan oleh pasangan SBY-Boediono dan Mega-Prabowo yang lolos ke putaran kedua.
Dekat dengan Siapapun
Jejak rekamnya yang panjang dengan pengalaman profesi dan relasi yang luas, tak mengherankan ketika Usamah menggantikan Bachtiar Chamsyah sebagai Ketua Umum PARMUSI melalui Muktamar ketiga di Batam pada 2015 lalu, ia langsung memberi warna baru PARMUSI. “Connecting Muslim.”
“Connecting muslim ini ada dalam kepemimpinan saya. Justru itu mencerminkan sosok pribadi saya yang sebenarnya. Saya bisa dekat dengan siapapun,” kata Usamah, yang juga adik kandung politisi Golkar Jawa Timur Ridwan Hisyam ini.
Dalam pergaulan di tingkat Ormas, Usamah mengaku bisa dekat dengan Muhamadiyah, NU, bahkan juga FPI. Demikian pula dengan partai politik. Tidak hanya partai Islam, ia juga bergaul dengan partai-partai nasionalis. “Itu mencerminkan sosok karakter saya,” akunya.
Bahkan, dengan Presiden RI saat ini, Joko Widodo, Usamah pun menjalin hubungan baik. Walaupun dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PARMUSI, sikap-sikap politik keumatannya sering kali berbeda dengan kebijakan Jokowi. Pada Februari lalu, PARMUSI tercatat pernah menggugat Presiden melalu PTUN supaya menon-aktifkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Walaupun akhirnya kalah.
“Menggugat presiden itu biasa-biasa saja. Bukan sesuatu yang harus ditakuti. Kalau kita takut menggugat presiden karena persoalan hukum, pasti Negara ini otoritarian. Kita sudah dihantui. Dan ini tidak boleh dalam demokrasi. Umat harusnya berani menyampaikan sikapnya. Yang pasti melalui prosedur hukum,” ungkapnya.
Uniknya, di tengah-tengah proses gugatan ke PTUN, Usamah juga menemui Jokowi di kantornya, Istana Merdeka. Ia menjelaskan, saat kondisi kelompok Islam tidak memegang tampuk kekuasaan yang bisa dilakukan adalah menjaga agar kekuasaan Negara tidak jauh dan menyimpang dari agama.
“Saya belajar dari pengalaman tokoh Masyumi, Pak Natsir yang menjadi ikon, yang menjadi teladan PARMUSI dalam mengatasi permasalahan masyarakat, bangsa, dan Negara,” ungkap dia.