SILATURAHIM

Usamah Hisyam: Connecting Muslim Jiwa dan Karakter Saya

Usai makan malam di sebuah hotel dekat Masjid Nabawi, Madinah Al Munawarah, akhir Januari 2017 lalu, Suara Islam sempat berbincang dengan Ketua Umum Pengurus Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (PARMUSI) H. Usamah Hisyam dan beberapa pengurus harian yang ikut dalam umroh saat itu, Ketua PARMUSI H. Syafruddin Anhar dan Wakil Sekjen H. Djufa Shadik serta sejumlah dai PARMUSI dari berbagai wilayah.

Kepada Usamah, Suara Islam bertanya mengenai umroh rombongan Jokowi jelang Pilpres Juli 2014 lalu. Sebagai informasi, Usamah saat itu ditunjuk sebagai Koordinator Perjalanan Umroh, sedangkan Dr. KH. Faisal Mahmud, mantan Rektor Universitas Al Khairaat, Palu, ditunjuk sebagai pembimbing umroh.

Usamah mengaku, ide supaya Jokowi melaksaakan umroh sebelum Pilpres adalah datang dari dirinya. Ide itu ia sampaikan kepada Surya Paloh saat mereka menunaikan umroh pada awal Mei 2014 usai pelaksanaan pemilihan legislative. Saat itu Surya Paloh mengajak Usamah umroh sebagai bentuk rasa syukur atas lolosnya partai yang dia pimpin dalam Pileg 2014.

Di tengah padatnya jadwal menuju Pilpres, pada 6-8 Juli 2014, akhirnya umroh rombongan Capres yang diusulkan Usamah itu benar-benar terlaksana. Mantan Ketua Umum PBNU Almarhum KH Hasyim Muzadi yang saat itu berada di kubu Jokowi-JK juga turut dalam rombongan. Perjalanan yang sangat singkat, hanya tiga hari, dengan segala dinamikanya. Sehari sebelum Pilpres 9 Juli, mereka sudah kembali di Jakarta.

Bagaimana semua ini terjadi?. Tidak ada yang ujug-ujug. Perkenalan dengan Jokowi sudah dimulai saat bekas Wali Kota Solo itu menjabat Gubernur DKI Jakarta. Pada 14 Februari 2014, Joko Widodo pernah dianugerahi Mens Obsession Decade Award dalam katagori rising leader oleh majalah Mens Obsession yang dimiliki Usamah. Sebulan kemudian, pada 10 Maret 2014, Jokowi juga hadir dalam peluncuran buku biografi “Surya Paloh Sang Ideolog” yang ditulis Usamah di Hotel Grand Indonesia.

Perkenalan dengan Surya Paloh lebih panjang lagi. Usamah mengaku mengenal bos Media Group ini sejak 1991 silam saat ia masuk sebagai redaktur Media Indonesia, harian yang didirikan pengusaha dan politisi asal Aceh itu. Usamah terus aktif sebagai Redaktur Polkam Harian Media Indonesia hingga pada 1997 ia lolos sebagai anggota MPR/DPR dari Dapil Jawa Timur melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Surya Paloh itu saya anggap sebagai abang saja. Karena saya dulu pernah bekerja di perusahaan dia dan yang memperkenalkan dunia politik itu dia,” kata Usamah saat berbincang dengan Suara Islam, suatu sore di kantor Dharmapena, di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, beberapa pekan lalu.

Bukan hanya dengan Jokowi dan Surya Paloh, Usamah juga memiliki kedekatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wiranto. Ceritanya juga tidak pendek.

Dengan SBY, Usamah mengaku makin dekat saat menjadi anggota Fraksi PPP DPR Periode 1997-1999. Sebagai anggota Komisi I, ia intens berkomomunikasi dengan SBY yang menjabat sebagai Asisten Sosial Politik (Assospol) Kasospol ABRI. Sementara Kasospol ABRI saat itu adalah Letjen Yunus Yosfiah. Walaupun sebelumnya, sebagai wartawan di lingkungan ABRI, Usamah juga mengaku sudah mengenal jenderal kelahiran Pacitan itu.

Saat SBY menjabat sebagai Menteri Pertembangan den Energi pada masa Presiden Gus Dur, PT Dharmapena Multimedia, perusahaan marketing communication dan media yang dimiliki Usamah turut membantu melakukan sosialisasi Rencana Kenaikan Bahan Bakar Minyak Tahun 2000 oleh Direktorat Jenderal Migas Departemen Pertambangan dan Energi. Dharmapena kembali dipercaya menggarap sosialisasi kenaikan Tarif Daftar Listrik Tahun 2001 oleh Direktorat Jenderal Listrik.

Kedekatan dengan SBY terjadi lagi menjelang Pilpres 2004. Saat itu, pada 2003, SBY masih menjabat sebagai Menkopolkam dalam kabinet Megawati Soekarnoputri. Namun SBY sudah berencana untuk maju sebagai calon presiden. Saat bertemu dalam peluncuran buku biografi Panglima TNI Laksamana Widodo AS “Nakhoda di Antara Tiga Presiden” di Markas Komando Armada Timur Surabaya, SBY meminta Usamah untuk membatu rencananya menjadi Capres. “Minggu depannya bertemu di Kantor Menkopolkam. Saya diangkat jadi private consultant,” kata dia.

Bekerja sebagai konsultan pribadi SBY itu dilakukan Usamah secara serius dan intens hingga kemudian SBY-JK memenangkan Pilpres 2004. Pada tahun itu pula, Usamah lalu menerbitkan buku biografi SBY, “Sang Demokrat.”

Sempat kurang lebih tiga tahun bergabung dengan Partai Demokrat, dengan menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Banten. Posisi ini diraih sebagai cara untuk dapat maju sebagai calon gubernur Banten pada Pilgub 2007. Namun karena pencalonan itu batal dengan berbagai sebab, akhirnya pada 2008 ia meninggalkan PD. Pada saat yang sama, Usamah telah menjabat sebagai Sekjen PARMUSI.

Jelang Pileg dan Pilpres 2009, Usamah dicari-cari oleh Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Saat itu mantan Panglima ABRI itu minta bantuan Usamah sebagai konsultan politik. Direktur Utama PT Dharmapena Citra Media itu pun lalu meneken kontrak kerja sebagai konsultan politik Wiranto, untuk meloloskan Partai Hanura dari parliamentary threshold serta mengupayakan agar Wiranto dapat diusung sebagai Capres/Cawapres.

Sebagai konsultan, Usamah merekomendasikan pendirian Gerakan Nasional Relawan Pos Wiranto yang dipimpinnya sendiri. Partai Hanura lolos parliamentary treshold 3,5% pada Pemilu 2009, dan Wiranto dipinang oleh Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla menjadi cawapres. Sayangnya, pasangan JK-Wiranto kalah dalam putaran pertama Pilpres yang dimenangkan oleh pasangan SBY-Boediono dan Mega-Prabowo yang lolos ke putaran kedua.

Dekat dengan Siapapun

Jejak rekamnya yang panjang dengan pengalaman profesi dan relasi yang luas, tak mengherankan ketika Usamah menggantikan Bachtiar Chamsyah sebagai Ketua Umum PARMUSI melalui Muktamar ketiga di Batam pada 2015 lalu, ia langsung memberi warna baru PARMUSI. “Connecting Muslim.”

“Connecting muslim ini ada dalam kepemimpinan saya. Justru itu mencerminkan sosok pribadi saya yang sebenarnya. Saya bisa dekat dengan siapapun,” kata Usamah, yang juga adik kandung politisi Golkar Jawa Timur Ridwan Hisyam ini.

Dalam pergaulan di tingkat Ormas, Usamah mengaku bisa dekat dengan Muhamadiyah, NU, bahkan juga FPI. Demikian pula dengan partai politik. Tidak hanya partai Islam, ia juga bergaul dengan partai-partai nasionalis. “Itu mencerminkan sosok karakter saya,” akunya.

Bahkan, dengan Presiden RI saat ini, Joko Widodo, Usamah pun menjalin hubungan baik. Walaupun dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PARMUSI, sikap-sikap politik keumatannya sering kali berbeda dengan kebijakan Jokowi. Pada Februari lalu, PARMUSI tercatat pernah menggugat Presiden melalu PTUN supaya menon-aktifkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Walaupun akhirnya kalah.

“Menggugat presiden itu biasa-biasa saja. Bukan sesuatu yang harus ditakuti. Kalau kita takut menggugat presiden karena persoalan hukum, pasti Negara ini otoritarian. Kita sudah dihantui. Dan ini tidak boleh dalam demokrasi. Umat harusnya berani menyampaikan sikapnya. Yang pasti melalui prosedur hukum,” ungkapnya.

Uniknya, di tengah-tengah proses gugatan ke PTUN, Usamah juga menemui Jokowi di kantornya, Istana Merdeka. Ia menjelaskan, saat kondisi kelompok Islam tidak memegang tampuk kekuasaan yang bisa dilakukan adalah menjaga agar kekuasaan Negara tidak jauh dan menyimpang dari agama.

“Saya belajar dari pengalaman tokoh Masyumi, Pak Natsir yang menjadi ikon, yang menjadi teladan PARMUSI dalam mengatasi permasalahan masyarakat, bangsa, dan Negara,” ungkap dia.

Teladan yang dimaksud oleh Usamah adalah saat Muhammad Natsir bersikap tegas dalam menghadapi ancaman disentegrasi dengan mengeluarkan mosi integral untuk menyatukan NKRI.

“Jadi saya berpikir, Negara ini milik umat Islam. Sejak kelahirannya sampai mempertahankan kemerdekaan, sampai mempersatukannya. Oleh sebab itu, kita sebagai mayoritas umat, jangan kemudian tersingkirkan,” ungkapnya.

Karena itu, dalam pertemuannya dengan Presiden Jokowi pada 26 Mei itu, Usamah mengaku menyampaikan dan meluruskan sejumlah hal terkait fakta kriminalisasi terhadap ulama. “Karena presiden juga dapat masukan dari sumber lain yang memusuhi Islam. Termasuk dari aparat yang ada. Dengan saya masuk kan mendapatkan pencerahan. Oo sebenarnya begitu?,” tambahnya.

PARMUSI, sebagai organisasi yang mewarisi nilai-nilai perjuangan Masyumi, juga akan dibawanya menjadi kelompok yang kritis, ideologis, dan konstitusional parlementer.

“PARMUSI ini dulu didirikan sebagai ‘reinkarnasi’ partai Masyumi yang dibubarkan, karena kemudian PARMUSI menjadi ormas Persaudaraan Muslimin Indonesia. Jadi kita memperjuangkan nilai-nilai itu sebetulnya,” paparnya.

Usamah sekali lagi menegaskan, hubungannya dengan penguasa sekarang lebih pada konteks untuk mengambil kemaslahatan bagi umat. “Bukan kita menjadi agen, tapi kita mempengaruhi dan meluruskan pemerintah,” tandasnya.

Karena itu Usamah menegaskan, jika ada orang-orang tertentu yang mencurigai manuver yang dia lakukan pasca Aksi 313 dan penangkapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad Al Khaththath oleh Polisi dengan tuduhan makar, dia memastikan orang yang mencurigai itulah yang patut untuk dicurigai. “Tulis besar-besar, yang mencurigai ana itulah otak sebetulnya,” tandasnya.

[shodiq ramadhan]

Artikel Terkait

Back to top button