SUARA PEMBACA

UU Corona, Imunitas Ala Penguasa

Pandemi corona telah menjadi alibi oleh siapapun, termasuk pemerintah dalam mengambil kebijakan. Semua yang dilakukan selalu atas nama Corona. Termasuk membuat UU.

Adalah Perppu Nomor 1 tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19. Dikenal dengan nama Perppu Corona. Telah disahkan anggota DPR sebagai UU. Keberadaannya sebagai Perppu sudah menuai protes. Hingga ketika disahkan menjadi UU, Perppu ini sedang proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK)

Ada tiga laporan dengan nomor perkara berbeda yang melayangkan gugatan terhadap Perppu Corona. Ketiganya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis (kompas.com, 14/05/2020).

Dilansir oleh sindonews.com (28/04/2020), Ada pasal yang sangat krusial untuk dicabut karena akan berdampak negatif di kemudian hari. Pasal ini seakan menjadi imunitas pejabat dalam mengelola keuangan negara atas nama Covid. Belum melakukan apapun, namun sudah minta untuk kebal hukum. Ini menjadi preseden buruk bagi masyarakat dan generasi.

Pasal 27 ayat (1) mengatur bahwa biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

Pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa anggota, sekretaris, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 27 ayat (3) mengatur tentang segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.

Demikian bunyi ketiga pasal imunitas ala pemerintah dalam Perppu Corona. Singkatnya, posisi mereka, tindakan dan keputusan, serta biaya yang digunakan dalam rangka menangani wabah tidak bisa digugat. Benar-benar pasal imunitas.

Memang pemerintah belum terbukti menyalahgunakan keuangan negara, namun juga belum terbukti bersih dari korupsi. Perppu Corona dipercepat menjadi UU agar segera bisa menggunakan dana Rp405,1 T yang dianggarkan untuk penanganan wabah.

Asas praduga tak bersalah memang harus kita kedepankan. Namun amanat UUD 1945, Indonesia adalah negara hukum, menempatkan semua orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Artinya, tak perlu ada Perppu bahkan UU yang menjadikan pemerintah kebal hukum.

Itu alasan pertama kita menolak UU “Imunitas” Pejabat. Alasan kedua, budaya korupsi, kolusi dan nepotisme masih menggurita di sistem pemerintahan kita. Hasil survei Transparansi Internasional, menempatkan Indonesia di posisi 89 dari 180 negara di dunia, dengan indeks persepsi korupsi 38 poin. Artinya, masih jauh dari bersih.

Masih ingat dengan stafsus presiden yang menggunakan aji mumpung pandemi untuk proyek pribadinya? Meskipun keduanya telah mengundurkan diri, namun proyek sudah dalam genggaman. Belum lagi urusan dengan para mafia impor, sementara KPk telah dilemahkan lewat UU KPK. Miris.

Hal tersebut karena sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Korupsi seperti ingkaran setan yang tak berujung. Ibarat bakat, sudah mahir. Ibarat budaya, telah berurat dan berakar. Asas sekulerisme pada sistem ini menjadikan para pejabat amnesia soal akhirat. Sehingga merasa tak ada beban jika menyalahi amanat rakyat.

Kehadiran UU Corona diduga akan menambah carut marut penegakan hukum terhadap koruptor negeri ini. Akan menambah pula deretan kasus BLBI seperti Century.

Jiwasraya, Asabri, di depan mata, memerlukan dana besar untuk talangan nasabah. Dikhawatirkan dengan kekuatan UU ini, dana penanganan lebih banyak tersedot ke sana sementara pasal 27 menjadi imunitas hukum bagi pemerintah.

Mahrita Julia Hapsari, M. Pd
Praktisi Pendidikan

Artikel Terkait

Back to top button