Wahid Hasyim dan Perjuangan Konstitusi Islam Indonesia
Sidang akhirnya menerima naskah itu, yang rencananya dijadikan Pembukaan UUD 1945. Dua hari kemudian BPUPKI kembali bersidang. Kali ini membahas isi konstitusi.
Wahid Hasyim kembali mengangkat tangan, mengajukan dua poin untuk mempertegas kedudukan Islam dalam negara melalui pasal soal presiden dan agama resmi negara. Menurut dia, pasal 4 ayat 2 yang mengatur presiden seharusnya berbunyi,”Yang dapat menjadi presiden dan wakil presiden hanya orang Indonesia asli yang beragama Islam.” Ia beragumen, hubungan masyarakat dan pemerintah penting sekali bagi masyarakat muslim. “Jika presiden orang Islam, perintah-perintah berbau Islam, dan akan besar pengaruhnya.”
Wahid melangkah lebih jauh. Ia mengusulkan pasal 28 mengenai agama berisi ketentuan yang secara jelas mengatur Islam sebagai agama negara. “Agama negara adalah Islam dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang beragama lain…” Menurut Wahid ini penting bagi pembelaan negara saat diperlukan.
“Pada umumnya, pembelaan yang berdasarkan kepercayaan sangat hebat. Menurut ajaran agama, nyawa hanya boleh diserahkan buat ideologi agama.” Pandangannya ini disokong Soekiman Wirjosandjojo, anggota pantia kecil yang membahas konstitusi. “Itu akan memuaskan rakyat,” kata politikus dari Partai Masjumi itu.
Setelah perdebatan panjang, poin-poin dari Wahid Hasyim ini diterima sebagai keputusan rapat oleh pimpinan rapat yang diketuai Presiden Soekarno. Tapi keputusan yang telah dirunding berhari-hari itu, akhirnya mentah semua pada tanggal 18 Agustus 1945. Sehari setelah kemerdekaan, Soekarno dan Hatta memimpin rapat yang menghapus semua kata Islam, di konstitusi. Dan Wahid Hasyim yang gigih memperjuangkan pasal-pasal itu tidak diikutsertakan.
Meski kecewa, Wahid Hasyim yang kelak bergabung dengan Partai Masyumi tidak memberontak pada Soekarno. Ia tetap memperjuangkan hukum-hukum Islam berlaku dengan cara yang konstitusional. Ia berbeda dengan anaknya, Gus Dur, yang menentang penerapan hukum Islam di Indonesia. Soldier never die.
Nuim Hidayat, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok