Wajah Buruk Demokrasi
Miris sungguh miris. Inilah wajah buruk demokrasi. Ketika kecurangan dan kedustaan yang dilakukan penguasa mencapai puncaknya. Rakyat pun bergerak mencari keadilan. Hanya keadilan yang ingin rakyat peroleh. Namun, aksi kekerasan tanpa pandang bulu, moncong senjata dan tembakan peluru yang harus dihadapi. Padahal mereka hanya bersenjata lantangnya suara keadilan dan langkah berani.
Tugas penguasa sebagai problem solver dan juru damai pun mandul. Alih-alih berada di garda terdepan dalam mengakhiri tragedi tersebut. Penguasa justru terkesan cuci tangan dan tak peduli. Sebaliknya menjadikan pihak oposisi sebagai kambing hitam di balik tragedi. Padahal diamnya penguasa, sejatinya menimbulkan masalah baru, yang dapat memicu kekacauan dan meruncingnya konflik di tengah rakyat.
Berbagai deretan peristiwa dan tragedi harusnya mampu membuat kita bijak dan membuka mata. Bahwa sejatinya demokrasi adalah sumber berbagai kekacauan dan konflik yang terjadi. Kontestasi pemilu tak hanya gagal membawa rakyat ke arah perubahan. Tapi juga gagal menjaga persatuan dan kesatuan negeri.
Di satu sisi, deretan tragedi tersebut seolah mematahkan tuduhan bahwa Khilafah adalah sistem yang berdarah-darah. Mengingat selama ini tuduhan Khilafah sebagai sistem berdarah telah santer didengungkan para pengemban demokrasi. Faktanya sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia, ribuan nyawa telah menjadi tumbalnya. Dan hari ini tragedi berdarah 22 Mei 2019 semakin menguatkan bukti bahwa demokrasi adalah sistem berdarah yang terus meminta tumbal.
Pesta demokrasi yang digadang-gadang menjadi solusi terhadap berbagai problematika negeri. Ironisnya justru menimbulkan tragedi. Ketidakadilan pun tercederai sebab kecurangan dan dusta yang melanda negeri. Semua semata-mata karena syahwat nafsu kekuasaan demi dapat menjarah kekayaan negeri. Arah perubahan yang diidam-idamkan rakyat pun berbuah nestapa. Akibat maraknya kecurangan dan kedustaan para pemangku kekuasaan.
Saatnya mencari solusi alternatif untuk mengakhiri wajah buruk demokrasi. Solusi yang benar-benar solutif terhadap berbagai problematika pelik yang telah ditimbulkan demokrasi. Di satu sisi, sebagai wadah untuk menguatkan persatuan dan ukhuwah penduduk negeri. Serta mengantarkan rakyat pada perubahan dan kebangkitan hakiki.
Sungguh rakyat membutuhkan sebuah sistem paripurna, mumpuni, ideal dan proposional yang menjamin hak-hak dan keadilan rakyat. Serta menciptakan rasa keamanan dan keadilan bagi rakyat. Sebagaimana pesan Umar bin Abdul Azis dalam membangun keadilan: “Bangunlah keadilan kau akan merasa aman. Sebab dengan bersikap demikian, seorang pemimpin telah memberikan hak-hak rakyatnya secara benar dan proporsional. Bila rakyat mendapatkan haknya maka otomatis kejahatan tidak ada. Bila kejahatan tidak ada maka akan tercapai rasa aman.”
Rakyat juga sangat membutuhkan sebuah sistem yang solusi nan solutif serta mampu mengantarkan rakyat pada perubahan dan kebangkitan hakiki. Sebuah sistem yang bukan berasal dari buah pemikiran manusia yang lemah dan terbatas. Tapi sistem yang berasal dari Sang Pencipta yang Maha Membuat Aturan yang Maha Sempurna yaitu sistem Islam.
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah [5]: 50).
Maka, adalah sebuah pilihan cerdas memilih sistem Islam sebagai sebuah solusi untuk berbagai problematika yang menimpa negeri. Dan mengakhiri eksistensi demokrasi yang menimbulkan berbagai konflik dan tragedi. Karena sungguh hanya dalam Islam keadilan akan dijunjung tinggi. Sementara keadilan telah mati dalam demokrasi. Wallahu’alam.
Ummu Naflah
Penulis, Muslimah Peduli Negeri