NASIONAL

Wakil Wantim MUI: Batik Moderasi Beragama Lebih Banyak Mudaratnya daripada Manfaatnya

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi menyampaikan kritik pakaian “batik moderasi beragama” yang akan dijadikan pakaian dinas harian pegawai Kementerian Agama.

Dalam foto yang beredar, pada batik tersebut terdapat gambar masjid, gereja lengkap dengan simbol salibnya, ada pura, kelenteng, dan patung Buddha.

Kiai Muhyiddin menjelaskan, moderasi beragama tidak sama dengan Islam Washatiyah yang selama ini digaungkan MUI.

“Moderasi beragama tak sama dengan Islam Wasathiyah/middle path (jalan tengah). Saling menghormati dan menghargai terhadap pemeluk agama adalah ajaran Islam yang genuine (murni),” jelas Kiai Muhyiddin melalui pesannya kepada Suara Islam, Selasa (25/10/2022).

Baca juga: Batik Moderasi Kesesatan

Menurutnya, toleransi beragama tak seharusnya dipaksakan sedemikian rupa secara simbolik. “Penyeragaman busana itu bentuk baru budaya otorianisme rezim,” ujarnya.

Ketua PP Muhammadiyah bidang hubungan internasional itu mengatakan bahwa wujud toleransi hakiki adalah komitmen bersama dalam menjaga keanekaragaman budaya dan nilai sakral agama dalam masyarakat multikultural.

“Dalam fiqih Islam busana warna warni dengan aneka gambar bisa mengurangi kekhusyu’an dan konsentrasi ibadah, terutama jika dipake oleh Imam,” tuturnya.

Kiai Muhyiddin menegaskan bahwa Indonesia tanpa penyeragaman busana sudah dikenal sebagai negara Islam yang paling toleran di dunia.

“Umat Hindu di Bali dengan bebas dan radikal menikmati kebebasan tersebut dimana negara tunduk kepada aturan ritual agama mayoritas. Sementara di dunia, termasuk India, hari nyepi tak mewajibkan penutupan sarana publik seperti bandara dan sebagainya. Padahal mereka minoritas di Indonesia,” ungkapnya.

Oleh karena itu, terkait batik moderasi, Kiai Muhyiddin mengatakan pakaian bermotif demikian akan menimbulkan mudharat.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button