NUIM HIDAYAT

Wartawan Mujahid itu Mendului Kita

Saya mengenal Nurbowo (almarhum) sejak mahasiswa di IPB. Tahun 90-an. Orangnya lincah, suka melucu, pintar organisasi dan senang mengaji. Gaya melucunya mirip dengan Pak AM, Prof AM Saefuddin. Lucu yang cerdas.

Bila bicara ia memang kalah pintar dengan dai. Tapi bila menulis, sulit mencari tandingannya. Sejak mahasiswa ia sudah rajin menulis. Tulisan-tulisannya yang bernas bisa ditemui di Majalah Himmah, yang terbit tahun 90-an. Majalah ini dikelola oleh para mantan aktivis Lembaga Dakwah Kampus saat itu.

Sejak di IPB ia sudah biasa berorganisasi. Ia ‘memimpin’ kawan-kawannya dalam pengajian di kampus Dermaga IPB. Membuat lembaga training penulisan dan lain-lain.

Kariernya sebagai wartawan terus menanjak, ketika ia berkecimpung di Dompet Dhuafa. Dari situ kemudian ia bergelut lebih dalam dunia kewartawanan di Tabloid Abadi. Tabloid Abadi adalah tabloid yang diterbitkan Partai Bulan Bintang (PBB) atas sponsor bos Jawa Pos, Dahlan Iskan. Seperti diketahui, ketika masa reformasi, Dahlan mensponsori tabloid banyak partai.

Ketika Tabloid Abadi ‘wafat’, laki-laki kelahiran Wonosobo ini kemudian bersama almarhum Hadi Mustofa (mantan wartawan Republika) membuat Tabloid Khairul Bayan. Tulisan-tulisan bernasnya banyak bertebaran di tabloid itu.

Setelah tabloid ini wafat, ia kemudian merintis Majalah Tazakka milik Laznas Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Pusat. Disitu ia memegang Pemred. Dalam kepengurusan terakhir ini, ia memegang jabatan Ketua Kominfo DDII Pusat. Ketika memegang jabatan Pemred ini, ia mengeluh kepada saya, sulitnya cari wartawan/penulis yang bisa menulis bagus untuk majalah.

Ketika masih di Lembaga Dakwah Kampus IPB dulu saya sering bareng sama dia ‘safari dakwah’ ke Solo. Terakhir saya bersama dia, sekitar lima tahun lalu pergi bareng ke Pesantren Elkisi, Mojokerto Jawa Timur.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button