SUARA PEMBACA

Waspada Predator Anak Intai Generasi

Kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak makin mengkhawatirkan. Dari orang terdekat, guru, hingga oknum aparat berseragam menjadi pelakunya. Mereka yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak justru menjadi predator. Demi memuaskan hawa nafsu, mereka tega mengoyak dan merampas masa depan generasi muda bangsa ini. Bagaimana nasib generasi muda bangsa jika para predator anak terus mengintai?

Publik tengah dikejutkan dengan dugaan kasus pencabulan anak yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Kasus ini terungkap berawal dari laporan dari Kepolisian Australia kepada Divisi Hubungan Internasional Polri terkait adanya temuan video pencabulan anak yang diunggah ke situs porno. Setelah ditelusuri, video tersebut ternyata diunggah dari Kota Kupang.

Dari penyelidikan Kepolisian Daerah NTT ditemukan bahwa ada keterlibatan seorang perempuan berinisial “F” yang diduga berperan sebagai penyedia anak bawah umur untuk AKBP Fajar. Dugaan polisi, wanita tersebut menerima imbalan sebesar Rp3 juta dari AKBP Fajar untuk menyediakan anak bawah umur.

Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam, mengungkapkan bahwa AKBP Fajar ditengarai secara sadar merekam dan mengunggah konten asusila ke situs gelap atau dark web. Ia pun mengatakan terdapat empat korban pencabulan, tiga di antaranya anak bawah umur dan satu lagi perempuan berumur 20 tahun. Eks Kapolres Ngada tersebut diduga mencabuli anak bawah umur itu sejak Juni tahun lalu. (Tempo.co, 17 Maret 2025).

Sebelum kasus pencabulan anak oleh eks Kapolres Ngada ini mencuat, kasus pencabulan delapan orang siswa SD oleh oknum guru di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, NTT juga tengah menjadi sorotan. Aksi bejat yang dilakukan oleh seorang guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) ini diketahui telah berlangsung sejak korban berada di Kelas 1 SD. Sementara korban berjumlah depalan anak dengan usai 8-13 tahun. (Tirto.id, 6 Maret 2025).

Miris memang, oknum aparat penegak hukum dan guru yang semestinya menjadi pengayom, pendidik, dan teladan bagi anak, justru tega melakukan pelecehan seksual terhadap anak. Bahkan dengan sadar mengunggah aksi kejinya ke situs porno yang dapat diakses oleh masyarakat dunia, serta meninggalkan jejak digital yang menodai masa depan anak. Label pengayom masyarakat dan pendidikan generasi sekejap berubah menjadi predator anak yang membahayakan. Terkikis sudah kepercayaan masyarakat akibat oknum yang bertindak bejat.

Jika ditelaah, berulangnya kasus pelecehan seksual terhadap anak ini sejatinya menunjukkan bahwa masalah yang terjadi bukan hanya akibat kesalahan individu atau oknum semata, melainkan persoalan sistemik yang membutuhkan solusi yang komprehensif. Persoalan ini jelas tidak terlepas dari penerapan sistem sekuler yang mengabaikan peran agama dari kehidupan yang menginfeksi negeri ini.

Ya, pemisahan peran agama dari kehidupan negara dan masyarakat menyebabkan pendidikan cenderung menekankan pada kebebasan individu dan hak asasi manusia. Alhasil, generasi yang terbentuk adalah generasi yang mengabaikan halal dan haram, serta mengedepankan hawa nafsu dalam beraktivitas. Oleh karena itu, pelecehan seksual terhadap anak yang menjadi fenomena getir di masyarat seharusnya menjadi alarm bahwa sistem sekuler yang mencetak kepribadian liberal dan kapitalistik ini tidak layak diterapkan.

Sistem sekuler juga nyata melahirkan media sekuler-liberal yang gencar menayangkan konten-konten yang mengumbar syahwat dan menjadikan hawa nafsu sebagai standar kebebasan. Konten inilah yang menjadi meracuni pola pikir generasi, termasuk para oknum aparat penegak hukum dan guru.

Di sisi lain, sistem pendidikan yang sekuler menjadikan agama hanya sebagai pelengkap, bukan fondasi utama dalam membentuk kepribadian generasi bangsa, sukses mencetak pribadi-pribadi yang tidak memiliki kesadaran kuat dalam menjaga kehormatan diri dan orang lain. Ditambah lagi dengan lingkungan pergaulan yang makin bebas makin menggiring individu dan masyarakat dalam pusaran hawa nafsu sesat. Alhasil, tidak heran jika tindak pelecehan seksual terhadap anak pun terus berulang.

Islam sebagai agama dan mabda yang paripurna jelas memiliki seperangkat aturan yang komprehensif. Syariat Islam memiliki mekanisme sahih dalam menuntaskan berbagai kasus asusila, termasuk kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Ketakwaan individu, kontrol dari masyarakat, dan penerapan sistem Islam yang dilakukan oleh negara menjadi langkah kongkret untuk mengatasi kasus pelecehan seksual yang saat ini belum juga usai.

Mekanisme baku ini bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah dalam mencegah kasus pelecehan seksual, diantaranya penerapan sistem pendidikan Islam, penerapan sistem pergaulan Islam, sistem sanksi yang tegas, dan media islami yang menutup seluruh celah bagi para predator anak.

1 2Laman berikutnya
Back to top button