SUARA PEMBACA

Waspada, Predator Anak Mengintai Generasi!

Keamanan anak makin hari makin mengkhawatirkan. Kejahatan mengintai tiap detik dan menit. Mulai dari pelecehan, kekerasan, hingga pembunuhan mengancam anak-anak kita. Tak ayal lagi, orang tua pun makin waswas, dihantui kecemasan. Layakkah anak-anak kita berkembang dan bertumbuh di lingkungan yang tak lagi aman?

Kasus pelecehan seksual terhadap anak kembali menjadi sorotan baru-baru ini. Pria berinisial AF (23) ditetapkan menjadi tersangka kasus pelecehan seksual terhadap lima bocah laki-laki di Cengkareng, Jakarta Barat. Sebelumnya, AF diduga melecehkan lima bocah laki-laki di area masjid kawasan Cengkareng, Jakarta Barat pada Rabu (8/5/2024) dan Kamis (9/5/2024).

Warga Subang, Jawa Barat tersebut langsung ditahan usai diperiksa oleh polisi, setelah sebelumnya digiring warga ke Polres Metro Jakarta Barat dari Polsek Cengkareng. Kanit PPA Polres Metro Jakarta Barat, AKP Reliana Sitompul, menambahkan bahwa pelaku bakal dijerat Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. (Kompas.com, 11/5/2024).

Tidak kali ini saja predator anak beraksi di Cengkareng, Jakarta Barat. Pada Desember 2021, sembilan anak, yang terdiri dari tujuh anak laki-laki dan dua anak perempuan, menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh remaja berinisial A (15). (suara.com, 22/12/2021).

Kasus predator anak di Cengkareng menambah daftar panjang kasus pelecehan seksual terhadap anak. Miris memang, meskipun ada sanksi hukum, nyatanya predator anak terus bermunculan di berbagai tempat. Bukti bahwa sanksi yang ada tidak membuat jera para pelaku kejahatan, termasuk para predator anak.

Di sisi lain, banyak faktor yang menyebabkan masyarakat makin berpikiran “kotor”. Mulai dari konten-konten pornografi di media sosial hingga tayangan berbau seksual di televisi yang makin meracuni pikiran dan pemahaman generasi. Sehingga melahirkan berbagai penyimpangan dan kekerasan seksual yang makin mengkhawatirkan.

Bermunculannya para predator anak tentu tidak lepas dari penerapan sistem sekuler saat ini. Sekularisme nyata melahirkan paham liberal sehingga lahir pula individu-individu berpola sikap dan berpola pikir liberal (serba bebas). Paham ini makin tumbuh subur dalam pelukan demokrasi yang mengagungkan kebebasan. Tidak heran, jika para predator anak ini makin mencuat.

Tidak dapat dimungkiri, keberadaan media, terlebih media sosial, juga memiliki andil besar sebagai instrumen untuk menderaskan arus liberalisme secara langsung di gawai setiap individu. Inilah faktor yang ikut mempercepat terjadinya pelecehan bahkan kekerasan seksual terhadap anak. Ditambah filter media yang begitu lemah dan kadar keimanan individu yang begitu tipis, menunjang abainya keterikatan individu pada standar halal dan haram.

Mirisnya, anak-anak yang masih lemah dan lugulah yang menjadi korbannya. Padahal semestinya para pelaku yang notabene orang dewasa seharusnya menjadi pelindung bagi mereka. Namun, arus sekularisme yang begitu deras dan menancap kuat dalam benak pelaku, berakibat begitu mudah meniru konten bejat di media sehingga berkeinginan melampiaskan syahwatnya kepada korban.

Predator anak yang terus mencuat pun mengundang tanya, sudahkah negara memaksimalkan perannya? Mengingat aturan yang ada nyatanya tak mampu menindak tegas bisnis dan media porno. HAM dan kebebasan pun menjadi dalih bagi negara untuk tidak mengatur pergaulan individu di masyarakat. Alhasil, sistem pergaulan sekuler sukses melahirkan berbagai kerusakan di tengah masyarakat.

Selain itu, negara juga gagal menghadirkan rasa aman bagi rakyatnya. Mengingat sanksi yang ada tidak menimbulkan efek jera. Wajar jika predator-predator anak terus bermunculan karena pelakunya sering kali adalah pemain lama. Alih-alih jera masuk penjara, justru makin terasah kejahatannya.

Inilah buah getir penerapan sistem sekuler liberal bagi generasi bangsa. Hal ini jelas sangat kontras andai sistem Islam diterapkan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan. Islam sebagai akidah dan syariat yang paripurna niscaya mampu mengakhiri para predator anak.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button