OPINI

Waspada, Seks Bebas Mengancam Negeri

Baru-baru ini ditemukan di Majalengka ada 1.017 kasus penyimpangan seksual, lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), 300 waria dan 500 pekerja seks komersial (PSK), 125 di antaranya sudah terjangkit Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).

Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Majalengka, H. Yayat Hidayat saat membuka kegiatan Bimbingan Perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Majalengka, Selasa (TribunJabar, 16/7/2019).

Angka ini tentu sangat memprihatinkan. Seiring dengan pembangunan yang terus menggeliat di wilayah ini, maka tanpa bisa dicegah, masuk persoalan seks bebas di tengah umat. Apalagi, menurutnya kelompok LGBT sudah mulai berani menampakkan diri dengan adanya grup khusus di media sosial.

Tidak hanya di Majalengka, data Kementerian Kesehatan menjelaskan, dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi, kasus HIV/AIDS ini ditemukan di 443 lokasi atau sekitar 84,2%. (Okezone.com, 18/12/2018). Angka LGBT di Sumatera Barat (Sumbar) malah tercatat sebanyak 18.000 orang, terbanyak se-Indonesia.

Ini baru yang terukur dan terindera. Dikhawatirkan jumlah yang tidak terungkap justru lebih besar lagi. Fenomena gunung es. Tampak kecil yang terlihat, namun faktanya lebih dari itu. Jika yang terjadi demikian, berarti persoalan ini lebih rumit dan kompleks dibanding yang kita perkirakan. Betapa tidak, dari tahun ke tahun kasus ini terus bertambah. Nyata bahwa solusi yang ada tidak mampu mengatasi persoalan.

Solusi pragmatis, tidak menyelesaikan hingga ke akar. Sebab kebebasan yang digadang-gadang sebagai aktivitas mulia, masih dipertahankan. Padahal telah menimbulkan dampak yang mengerikan. Bebas berperilaku mengikuti gaya barat yang dianggap jauh lebih kekinian, ternyata penuh resiko. Ide kebebasan inilah yang menumbuhkan pergaulan bebas. Darinya lahir seks bebas, biang keladi persoalan.

Tanpa campur tangan negara, sebagai pengemban kekuasaan tertinggi di tengah umat, maka kasus kerusakan ini akan sulit dihilangkan. Sebab seks bebas terjadi akibat salah mengelola negara. Hukum dan persanksian yang ada, condong pada ide kebebasan. Demi perolehan materi, rela mempertaruhkan kemuliaan generasi.

Kebijakan penguasa yang seperti ini, akan merusak norma dan tatanan kehidupan di tengah umat. Legalisasi seks bebas, lokalisasi yang difasilitasi, pornografi dan pornoaksi dibiarkan tanpa kendali, memberi sumbangsih kerusakan pada negeri. Konten asusila juga mudah diakses, sebab berada dalam genggaman anak-anak negeri.

Bahkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pernah menyebutkan bahwa, LGBT di Indonesia tidak berjalan dengan sendiri. Lembaga Internasional Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) membiayai gerakan LGBT di tanah air. (Kumparan.com, 2/2/2018). Pendanaan ini adalah bukti adanya kepentingan untuk melanggengkan kerusakan.

Arus kebebasan seperti ini terjadi dalam sekularisme. Sangat berbeda jauh dengan Islam. Keluasan ilmu Allah, melarang pergaulan bebas. Dalam Islam pergaulan perempuan dan laki-laki terpisah. Tidak terjadi kholwat (berdua-duaan) dan ikhtilat (pergaulan yang bercampur). Kehidupan pun terbagi dua, ada hayatul am (kehidupan umum) dan hayatul khos (kehidupan khusus).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button