OASE

Waspadai Riba, Dosa Paling Ringan seperti Menzinahi Ibu Sendiri

“Sungguh akan datang suatu masa (ketika) tiada seseorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka tetap akan terkena debu (riba)nya.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud)

Realitas kehidupan hari ini menunjukkan kebenaran sabda Rasulullah Saw di atas. Plamfet, brosur, iklan pinjaman berbunga offline maupun online bertebaran di sudut kota dan dunia maya.

Semakin berkembang teknologi, semakin dimudahkan jalannya. Pinjaman resmi, bunga rendah aman, syarat mudah, cair cepat adalah rayuan maut pinjaman berbunga offline dan online.

Tak sedikit yang tergoda untuk ‘menikmati’ transaksi tersebut. Sebab terdesak ekonomi seperti kebutuhan makan keluarga, modal usaha, beli kendaraan, bangun rumah dan sebagainya. Maupun sekadar memuaskan keinginan serta kegemaran belanja dan hura-hura.

Memang betul awalnya kebutuhan dan keinginan si peminjam akan terpenuhi. Tapi dalam perjalanan selanjutnya, tak sedikit terjadi kasus miris nan tragis dari transaksi pinjaman berbunga. Ada yang trauma dengan teror penagih pinjaman; frustasi bayar bunga tak kunjung selesai dan terus membengkak; nekat jual rumah dan perabotannya; nekat jual ginjal bahkan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Tak pelak lagi bagi peminjam, pinjaman berbunga diibaratkan manis di ujung kata tapi pahit sekujur badan. Tapi sebaliknya, bagi pemberi pinjaman diibaratkan ‘jalan tol’ pundi-pundi kekayaannya. Semakin berkibar dengan tingginya kebutuhan dan keinginan masyarakat pada pinjaman berbunga. Wajar pinjaman berbunga tumbuh subur.

Pinjaman Berbunga Itu Riba

Realitas pinjaman berbunga yaitu adanya tambahan pembayaran dari jumlah semula dalam jangka waktu tertentu oleh peminjam. Bunga ini sudah diberlakukan, sejak mula akad transaksi. Jika terjadi keterlambatan atau penundaan pembayaran, akan dikenakan denda. Sehingga jumlah pembayaran semakin membengkak yang tentu saja sangat menyulitkan peminjam.

Dalam pandangan Islam, setiap tambahan dan pengambilan manfaat dari pinjaman termasuk riba, sekecil apapun jumlahnya. Tak ada yang menafikkan bahwa dalam riba terjadi kezaliman bagi peminjam. Karena hakikatnya pinjaman uang dalam keadaan butuh adalah keterdesakan. Apabila ada tambahan tentu saja ini sangat memberatkan.

Sedangkan pemberi pinjaman, aktivitas pengembangan kekayaannya tak ‘alamiah’. Maksudnya tak ada resiko untung rugi. Tak sebanding dengan modal dan tenaga yang dicurahkan, tapi menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat.

Menurut syariat Islam, aktivitas muamalah ekonomi memiliki aturan, etika atau moralitas. Allah menetapkan jalan manusia menjemput rezeki dengan cara halal, bersih dari kezaliman dan tak ada eksploitasi yang merugikan orang lain. Maka syariat Islam mengharamkan riba secara mutlak, sesuai firman Allah SWT dan hadits Rasulullah Saw:

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button